JAKARTA, KOMPAS.TV - Melaksanakan puasa di bulan Muharam, hukumnya sunnah.
Menurut hadis riwayat Muslim, Rasulullah Saw. bersabda bahwa puasa yang paling utama setelah Ramadan, yakni puasa di bulan muharam.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللهِ الْمُحَرَّمُ، وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعدَ الفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ. (رواه مسلم)
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata: ‘Rasulullah saw bersabda: ‘Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah, Muharram, dan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam.” (HR Muslim).
Puasa pada hari-hari bulan Muharam yang lebih utama berdasarkan hadis dan penjelasan ulama adalah 10 hari pertama Muharam, termasuk di dalamnya hari Tasua (9 Muharam), hari Asyura (10 Muharam).
Lantas, bolehkah menggabung puasa Tasua dan Asyura dengan qada Ramadan?
Baca Juga: Niat Puasa Tasua dan Asyura 2024 NU, Ini Jadwal Serta Doa Berbukanya
Puasa Qada Ramadan adalah puasa untuk mengganti utang puasa yang ditinggalkan saat bulan Ramadan, dengan alasan yang diperbolehkan.
Berdasarkan Surat Al-Baqarah:183, Allah menjelaskan tentang beberapa orang yang boleh meninggalkan puasa karena alasan tertentu, tetapi wajib menggantinya.
"Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin.” (Surat Al-Baqarah:184).
Qadha puasa itu hukumnya wajib bagi seluruh umat muslim yang telah baligh.
Untuk waktu qadha puasa Ramadhan sendiri bisa dilakukan sebelum bertemu dengan waktu Ramadhan selanjutnya.
Ustadz Muhamad Hanif Rahman, khadim Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo menjelaskan hukum menggabungkan niat puasa qadha Ramadhan dengan puasa Tasu'a dan Asyura terdapat perbedaan pendapat ulama madzhab Syafi'i.
Dikutip dari islam.nu.or.id, pendapat pertama mengatakan sah menggabungkan niat puasa qadha Ramadhan dengan puasa Tasu'a dan Asyura dan keduanya bernilai pahala. Ini adalah pendapat al-Baziri, Syihabuddin ar-Ramli, Syamsuddin ar-Ramli, Ibnu Hajar dan yang lainnya.
Sementara pendapat kedua menurut Imam Abu Makhramah mengikuti pendapat Imam as-Samhudi menyatakan penggabungan dua niat puasa wajib dan sunah dalam satu kali pelaksanaan justru membuat puasa ini tidak sah.
Baca Juga: Jadwal Puasa Tasua dan Asyura 2024, Ada Perbedaan NU, Muhammadiyah dan Pemerintah
Seperti tidak sahnya niat salat zuhur dan sunah ba'diyahnya dalam satu pekerjaan salat.
Bahkan lebih dari itu, beliau menyatakan puasa sunah tidak sah jika masih memiliki tanggungan qadha Ramadan.
Sementara itu, merujuk pendapat Imam Ibnu Hajar Al-Haitami (wafat 974 H), yang harus lebih didahulukan dalam hal ini adalah qada puasa Ramadan, bukan puasa sunah.
Bahkan makruh hukumnya jika orang melakukan puasa sunah sebelum mengganti puasa Ramadan.
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin 'an qadhā'I fardhi syahri Ramadhāna lillâhi ta'âlâ.
Artinya: Aku berniat untuk mengqadha puasa bulan Ramadhan esok hari karena Allah Swt.
نَوَيْتُ صَوْمَ تَاسُوعَاءَ لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma Tâsû’â-a lilâhi ta’âlâ.
Artinya: “Saya niat puasa Tasu’a karena Allah ta’âlâ.”
نَوَيْتُ صَوْمَ عَاشُورَاءَ لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma Âsyûrâ-a lilâhi ta’âlâ.
Artinya: “Saya niat puasa Asyura karena Allah ta’âlâ.”
Sumber : Kompas TV, islam.nu.or.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.