JAKARTA, KOMPAS.TV - Hari raya kurban atau Iduladha akan dirayakan pada 10 Dzulhijjah dalam kalender Islam. Pada perayaan ini, umat islam yang mampu dan berkecukupan harta dianjurkan untuk melaksanakan ibadah kurban.
Nantinya, daging hewan yang disembelih tersebut akan dibagikan kepada masyarakat, khususnya fakir dan miskin.
Lalu, bagaimanakah hukum menjual daging kurban bagi mereka yang mendapatkan bagian?
Pengurus Ponpes Sunan Kalijaga Gesikan, A'wan Syuriah PWNU DIY, Ustaz Beny Susanto, mengatakan tak ada salahnya menjual daging kurban, terutama bagi para fakir dan miskin yang telah mendapatkan jatah, karena itu sudah hak mereka.
"Daging yang mereka peroleh itu adalah hak dia. Terserah mau dia masak, dia sedekahkan, atau dia jual. Yang tidak boleh (menjual) adalah panitia kurban dan Sahibul kurban (orang yang berkuban)," jelas Ustaz Beny, mengutip Tribun Jogja beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Beli Sapi Kurban yang Sehat, Begini Cara Cek Fisiknya
Hal ini pun diceritakan dalam sebuah hadis yang mengisahkan seorang hamba sahaya Aisyah RA, Barirah. Diceritakan, tatkala Barirah mendapatkan daging dari zakat seseorang, Barirah memasaknya dan menyuguhkannya kepada Rasulullah untuk dimakan.
Rasulullah SAW pun tak menolak untuk menyantap daging yang disajikan Barirah. Sebagaimana diketahui, Rasulullah dilarang menerima harta dari zakat. Rasulullah hanya diperkenankan menerima sedekah dari umatnya.
"Dari kisah di atas, yang diterima Barirah adalah zakat. Tapi yang diberikan Barirah kepada Rasulullah adalah sedekah. Berdalil dari hadis ini, maka penerima daging kurban punya hak untuk menjual daging tersebut," terang Ustaz Beny.
Namun, bagi panitia kurban dilarang untuk memperjual daging hewan kurban meskipun itu bagian rambut, kulit, kepala dan kaki.
Hal ini pun dijelaskan dalam sabda Rasullulah SAW:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِىَّ أَتَى أَهْلَهُ فَوَجَدَ قَصْعَةً مِنْ قَدِيدِ الأَضْحَى فَأَبَى أَن يَأْكُلَهُ فَأَتَى قَتَادَةَ بْنَ النُّعْمَانِ فَأَخْبَرَهُ أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم قَامَ فَقَالَ إِنِّى كُنْتُ أَمَرْتُكُمْ أَنْ لاَ تَأْكُلُوا الأَضَاحِىَّ فَوْقَ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ لِتَسَعَكُمْ وَإِنِّى أُحِلُّهُ لَكُمْ فَكُلُوا مِنْهُ مَا شِئْتُمْ وَلاَ تَبِيعُوا لُحُومَ الْهَدْىِ وَالأَضَاحِىِّ فَكُلُوا وَتَصَدَّقُوا وَاسْتَمْتِعُوا بِجُلُودِهَا وَلاَ تَبِيعُوهَا وَإِنْ أُطْعِمْتُمْ مِنْ لَحْمِهَا فَكُلُوهُ إِنْ شِئْتُمْ [رواه احمد].
“Dari Abu Sa’id al-Khudri (diriwayatkan), ia mendatangi keluarganya lalu mendapati semangkuk dari daging qurban, ia enggan memakannya lalu mendatangi Qatadah bin Nu’man lalu mengkhabarkannya, Nabi saw berdiri lalu berkata: Sungguh aku telah memerintahkan agar kamu tidak makan (daging) hewan qurban lebih dari tiga hari karena untuk mencukupimu, dan (sekarang) aku menghalalkannya bagimu. Oleh karena itu, makanlah darinya sekehendakmu, janganlah kamu menjual daging qurban, makanlah, sedekahkanlah dan manfaatkanlah kulitnya dan janganlah kamu menjualnya, dan jika kamu diberi dari dagingnya, maka makanlah sekehendakmu” [HR. Ahmad].
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.