Seringkali kita mendengar ucapan kata berkah dalam kehidupan sehari-hari, baik di rumah, perkantoran, ataupun di sekolah, kata berkah senjadi penyejuk hati tersendiri bagi setiap orang yang mendengarnya.
Berkah itu sendiri mengandung arti kebaikan yang banyak atau kebaikan yang tetap dan tidak hilang.
Namun demikian Allah Azza wa Jalla tidak menurunkan berkah kepada seluruh mahluk-Nya dan hanya mengkhususkan sebagian berkah-Nya kepada hamba atau pun mahluk yang Ia kehendaki.
Hal ini memperjelas gambaran bahwa Allah Subhanahu wa ta'ala hanya memberikan balasan berupa keberkahan bagi hamba-hambanya yang beriman, sebaliknya bagi mereka yang kufur kepada Allah, niscaya tidak akan pernah merasakan keberkahan dalam hidup.
Perbuatan tabarruk (meminta berkah) kepada manusia atau kepada sesuatu yang lain juga tidak diperbolehkan kecuali pada hal yang telah dinyatakan oleh dalil.
Demikianlah seorang mukmin yang beriman kepada Allah beserta Rasul-Nya dan tunduk kepada wahyu Al-Quran dan As-sunnah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Andaikata penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. Tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (Al-A’raf/7 : 96).
Kesadaran serta keyakinan bahwa rezeki yang kita dapat merupakan karunia dan kemurahan Allah Azza wa Jalla dan bukan semata hasil jerih payah atau kepandaian yang kita punya, juga bukan karena kehebatan kita.
Apa jadinya bila terjadi bencana serta kegagalan, maka kita seringkali menuduh alam lah sebagai penyebabnya, bahkan kemudian melupakan Allah. Sebagaimana Rasulullah Shalallahu'alaihi wa sallam bersabda,
"Sesungguhnya seseorang dapat saja tercegah dari rezekinya akibat dosa yang ia kerjakan." (HR Ahmad, Ibnu Majah, Al-Hakim).
Berbagai hadist yang mengemukakan tentang keberkahan, diantaranya
Tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan tentang Ahlul Kitab yang hidup pada zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Dan sekiranya mereka benar-benar menjalankan Taurat, Injil dan (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada mereka, niscaya mereka akan mendapatkan makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka” (Al-Ma’idah : 66)
Para ulama tafsir menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan “mendapatkan makanan dari atas dan dari bawah kaki”, ialah Allah Subhanahu wa Ta’ala akan melimpahkan kepada mereka rizki yang sangat banyak dari langit dan dari bumi, sehingga mereka akan mendapatkan kecukupan dan berbagai kebaikan, tanpa susah payah, letih, lesu, dan tanpa adanya tantangan atau berbagai hal yang mengganggu ketentraman hidup mereka (Tafsir Ibnu Katsir, 2/76).
Berkaitan dengan rizki, yaitu kita senantiasa menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika hendak menggunakan salah satu kenikmatan-Nya, misalnya ketika makan.
: .
“Dari Sahabat Aisyah Radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu saat sedang makan bersama enam orang sahabatnya, tiba-tiba datang seorang Arab badui, lalu menyantap makanan beliau dalam dua kali suapan (saja). Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Ketahuilah seandainya ia menyebut nama Allah (membaca Bismillah), niscaya makanan itu akan mencukupi kalian”. (HR Ahmad, An-Nasa-i dan Ibnu Hibban)
Pada hadits lain, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ketahuilah bahwasanya salah seorang dari kamu bila hendak menggauli istrinya ia berkata : “Dengan menyebut nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari anak yang Engkau karuniakan kepada kami”, kemudian mereka berdua dikaruniai anak (hasil dari hubungan tersebut) niscaya anak itu tidak akan diganggu setan” (HR Al-Bukhari)
Namun sebaliknya, jika seseorang enggan beramal shaleh dan cenderung melakukan kepada kemaksiatan, maka yang ia dapat adalah keburukan.
Diantara perbuatan itu, salah satu yang mempengaruhi keberkahan ialah praktek riba.
Perbuatan riba termasuk faktor yang dapat menghapus keberkahan.
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah” [Al-Baqarah/2 : 276]
Ibnu Katsir rahimahullah berkata :
”Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan bahwa Dia akan memusnahkan riba." Maksudnya, bisa saja memusnahkannya secara keseluruhan dari tangan pemiliknya, atau menghalangi pemiliknya dari keberkahan hartanya tersebut.
Dengan demikian, pemilik riba tidak mendapatkan manfaat dari harta ribanya. Bahkan dengan harta tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membinasakannya dalam kehidupan dunia, dan kelak di hari akhirat Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menyiksanya akibat harta tersebut” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/328)
Begitupun halnya dengan perbuatan mengemis (meminta-minta). Dalam mencari rizki, ini termasuk perbuatan yang diharamkan dan tidak mengandung keberkahan.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan sebagian dampak hilangnya keberkahan dari orang yang meminta-minta.
( ).
“Tidaklah seseorang terus-menerus meminta-minta kepada orang lain, hingga kelak akan datang pada hari Kiamat, dalam keadaan tidak ada secuil daging pun melekat di wajahnya” (Muttafaqun alaih)
Wallahu a’lam bish-shawab
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.