JAKARTA, KOMPAS.TV - Psikolog forensik, Reza Indragiri Amriel menyebut anak-anak yang melakukan tindakan pidana harus dikenakan Undang-Undang Sistem Peradilan Anak (SPPA) selain hukum yang sifatnya umum seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Reza menyampaikan hal itu menjawab pertanyaan wartawan mengenai tanggapannya mengenai kasus anak yang membunuh ayah dan neneknya.
“Indonesia sudah ada UU SPPA. Itu artinya, kepada anak-anak yang melakukan tindakan pidana, di samping dikenakan hukum yang sifatnya umum, semisal KUHP, juga pada yang bersangkutan harus dikenakan UU SPPA,” jelasnya, Minggu (1/12/2024) dikutip dari laporan jurnalis Kompas TV, Swara Adzani dan Yogi Syahrevi.
“UU SPPA memang spiritnya adalah memanusiakan pelaku, memanusiakan anak yang berkonflik dengan hukum,” tambahnya.
Hal itu, kata Reza, bisa dibaca sejak pasal-pasal awal yang mengingatkan masyarakat agar menghindarkan perasaan dendam, kebencian, atau sejenisnya terhaap pelaku.
Baca Juga: Polisi Libatkan Psikolog Forensik Usut Motif Kasus Anak Bunuh Ayah dan Nenek di Jakarta Selatan
“Anak-anak yang terlibat pidana tetap diposisikan sebagai insan yang memiliki masa depan, sehingga setiap orang berkewajiban untuk membersamai anak menuju masa depannya. Memang semangat pada UU SPPA memang berbeda dengan hukum pidana lainnya.”
“Itu juga terbaca misalnya, sejahat sapa pun anak, senakal apa pun anak, ancaman hukumannya secara normatif hanya maksimal 10 tahun saja,” tambahnya.
Keharusan itulah yang menurut Reza harus kita lakukan ketika berbicara tentang anak-anak yang melakukan pidana atauu berkonflik dengan hukum.
“Di dalam UU SPPA, ancaman pidana maksimal hanya 10 tahun. Jadi sekeji apa pun anak yang melakukan tindakan pidana, sekejam apa pun dia, sebrutal apa pun dia, secara normatif hukumannya maksimal 10 tahun.”
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.