JAKARTA, KOMPAS.TV- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sudah mulai menutup 27 titik putaran balik di Jakarta untuk mengatasi kemacetan. Meskipun banyak penolakan dari warga, penutupan tetap dilakukan.
Seperti yang dilakukan Suku Dinas Perhubungan Jakarta Selatan yang menutup arus putar balik (u-turn) di Jalan Pangeran Antasari, tepatnya di simpang Jalan Haji Naim II dan Jalan Haji Naim III.
Ketua RT 004 RW 009 Cipete Utara, Jamal (60) mengatakan, ia dan perwakilan warga lain yang terdampak, yakni RW 006 dan RW 011, sebenarnya sudah bertemu Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta untuk menyampaikan penolakannya.
”Dari Dishub DKI Jakarta menyampaikan titik itu memang salah satu penyebab kemacetan, tetapi kami menolak ditutup karena bisa mengganggu aktivitas warga. Penyebabnya juga sepengetahuan saya bukan dari warga,” kata Jamal seperti dikutip dari Kompas.id, Selasa (23/5/2023).
Jamal menyampaikan, warga menolak penutupan karena akan mengganggu akses warga yang hendak mengantar anaknya bersekolah, baik dari RW 009 menuju RW 011, atau sebaliknya. Apabila terjadi penutupan, aktivitas bersekolah akan terganggu.
Baca Juga: Diprotes Warga, Pemkot Jaksel Tetap Tutup Putaran Balik di Jalan Pangeran Antasari
Di sisi lain, ia mengakui kawasan tersebut memang sering terkena macet, khususnya pada pukul 07.00 WIB dan pukul 15.00 WIB.
Kata Jamal, penyebabnya karena aktivitas antar-jemput murid salah satu sekolah swasta yang berada di luar kawasan tersebut. Mobil-mobil mengantre untuk memutar balik dan akhirnya memicu kemacetan panjang.
Menurut Jamal, larangan putar balik tetap bisa dilakuan tanpa harus menutup seluruh akses.
Begitu juga yang diutarakan Rama (30), warga RW 011 di kawasan itu. Tama mengatakan antrean mobil yang hendak antar-jemput sekolah tersebut sangat panjang sehingga menyebabkan kemacetan.
”Lebih baik menggunakan petugas ataupun lampu lalu lintas supaya arus kendaraannya lebih tertib,” ujar Rama.
Sementara itu, Kepala Suku Dinas Perhubungan Jaksel Bernard Pasaribu menjelaskan, pihaknya akan kembali mengundang perwakilan warga untuk menyelesaikan permasalahan ini.
Baca Juga: Siap-siap! Tarif Tol Cipularang dan Tol Padaleunyi Mau Naik dalam Waktu Dekat
Untuk saat ini, pemerintah memutuskan menunda rencana tersebut. Sehingga penutupan putaran balik di Jalan Haji Naim II dan Jalan Haji Naim III ridak berlangsung lama dan kembali dibuka.
Bernard menyebut, suasana kondusif lebih penting dibanding penutupan putaran balik. Lantaran program ini juga masih dalam tahap uji coba.
”Kita masih harus melakukan pendekatan dan sosialisasi lebih baik lagi. Prinsip mereka memang masih menolak karena nanti mengganggu sekolah anak dan lainnya. Kajian ulang kita lakukan,” terangnya.
Salah satu solusinya, putaran balik akan digeser beberapa puluh meter dari titik awalnya.
Selain warga di Jalan Haji Naim, masyarakat di kawasan Palmerah juga menolak penutupan u-turn.
Ketua RT 011 RW 004 Palmerah Utara I Jakarta Barat Elis Kurniawati menyayangkan penutupan akses dari kawasan Palmerah Utara menuju Palmerah Selatan.
Baca Juga: Kementerian PUPR Sediakan Rumah untuk Tukang Cukur Asgar, DP Rp1,5 Juta, Cicilan Rp800 Ribu
Tepatnya di persimpangan perkantoran Slipi dan sekolah Yayasan Regina Pacis. Setiap penutupan itu masih dalam uji coba.
Elis mengatakan, penutupan itu menyebabkan waktu tempuh warga untuk mengantar anak bersekolah ataupun menuju Pasar Palmerah untuk berbelanja menjadi lebih lama. Lantaran mereka harus memutar di bawah jembatan layang Slipi.
”Kita harus memutar lebih jauh dari yang biasanya sekarang,” sebut Elis.
Menurut anggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Gilbert Simanjuntak, secara praktik, titik U-turn lebih banyak digunakan untuk putar balik di bawah jembatan layang (flyover) ataupun di atas jalan bawah tanah (underpass) karena adanya pemisahan jalan.
Kehadiran titik putar balik di lokasi selain itu berpotensi menyebabkan kemacetan karena mengganggu arus kendaraan.
Ditambah lagi, kehadiran masyarakat yang membantu pengendara untuk memutar balik atau pak ogah, yang mendahulukan kendaraan untuk putar balik, semakin menambah kemacetan.
Baca Juga: Mulai 1 Juni, Stasiun Jatinegara Layani Keberangkatan 4 Kereta Jarak Jauh Ini
Untuk itu, pihaknya meminta program ini tetap dijalankan untuk mengurangi kemacetan.
Tapi, program ini juga harus dibarengi dengan strategi membatasi penggunaan kendaraan pribadi. Penambahan dan perbaikan transportasi publik juga dibutuhkan untuk membuat program ini semakin baik.
Dampak dari program ini pun harus terus dievaluasi agar target mengurangi kemacetan benar tercapai.
Terkait adanya penolakan dari warga, dishub diimbau mendekati warga dengan sabar sehingga mereka mendapatkan pengetahuan mengenai manfaat program ini.
”Ini mungkin solusi jangka pendek yang bisa diambil sekarang, solusi ke depan tentu bagaimana mengurangi kendaraan pribadi, yaitu membuat transportasi publik semakin nyaman,” tutur anggota DPRD yang membidangi urusan perhubungan ini.
Sumber : Kompas.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.