YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) membeberkan hasil investigasi kecelakaan bus wisata di Tebing Bego, Bantul, Yogyakarta, yang menewaskan 14 orang dan 33 luka-luka. Kecelakaan itu terjadi pada Minggu, 6 Februari 2022 silam.
Dalam forum diskusi bertajuk "Keselamatan Bus Pariwisata di Indonesia", yang digelar di Yogyakarta, Rabu (30/11/2022), pelaksana Tugas Kepala Sub Komite Investigasi Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) KNKT Ahmad Wildan menyebut, peristiwa maut itu bermula saat bus bernomor polisi AD 1507 EH berangkat dari Sukoharjo, Jawa Tengah, untuk wisata ke sejumlah tempat di Yogyakarta.
Saat melewati jalur Patuk-Dlingo yang geometrik jalannya dipenuhi dengan turunan serta tikungan, pengemudi memilih menggunakan gigi 3 dan kerap melakukan pengereman panjang agar kendaraan tidak menabrak tebing atau masuk jurang.
Baca Juga: Fakta Baru Kasus Kecelakaan Bus Pariwisata yang Menabrak Tebing di Bukit Bego Bantul
Saat mendekati lokasi kecelakaan di Bukit Bego, pengemudi merasakan service brake tidak bekerja dan berupaya memindahkan gigi rendah, namun justru masuk ke posisi gigi netral hingga akhirnya meluncur hilang kendali.
“Posisi gigi netral ini akan meningkatkan kecepatan kendaraan. Pada saat itu pengemudi kehilangan kendali, lalu menabrak tebing,” ucap Wildan.
Wildan juga menyatakan, tim investigasi KNKT sudah memeriksa kendaraan bus. Hasilnya, tidak ditemukan isu yang relevan dengan adanya rem blong. Artinya, sistem remnya bekerja dengan baik dan tidak ada kebocoran atau kendala lainnya.
Namun, KNKT menemukan fakta lain, bahwa badan kendaraan banyak yang keropos, sehingga mudah hancur saat terjadi benturan. Kondisi inilah yang diyakini menyebabkan banyak korban jiwa.
"Badan bus keropos, maka pada saat benturan terjadi, terdeformasi masuk ke survival space, inilah yang meningkatkan fatalitas dan yang membunuh banyak korban,” ungkap Wildan.
Baca Juga: Percakapan Sopir Bus dan Kernet Sebelum Kecelakaan Bus Pariwisata di Bukit Bego Bantul
Selain itu, KNKT juga menyoroti kaca bus yang tidak terbuat dari safety glass. Menurut Wildan hal itu sangat berbahaya.
Bus yang tidak menggunakan kaca non-safety glass akan berdampak fatal bagi keselamatan ketika terjadi kecelakaan.
Salah satu contonya pada peristiwa serempetan dua bus di Labuhan Batu Selatan, Sumatera Utara.
"Hanya serempetan, bukan head to head itu yang meninggal delapan orang, yang sebelah kanan semua. Karena apa, kacanya berubah jadi 'pisau', delapan orang yang meninggal itu ada yang dadanya terbelah dan sebagainya," ucap dia.
Kecelakaan bus pariwisata yang menabrak tebing di sekitar Bukit Bego, Bantul, menewaskan 14 orang dan 33 orang mengalami luka-luka.
Kecelakaan itu terjadi pada Minggu (6/2/2022) silam.
Menurut keterangan saksi, dituturkan Kapolres Bantul AKBP Ihsan, bus tersebut awalnya tidak kuat untuk menanjak. Setelah penumpang turun, bus bisa naik ke tanjakan.
Sopir, yang juga tewas dalam kecelakaan ini, sempat terlihat panik menurut keterangan saksi. Diduga karena rem blong.
Dugaan lainnya terkait penyebab kecelakaan di Bantul itu adalah sopir yang tidak menguasai medan. (Michael Aryawan)
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.