Pemugaran pertama berlangsung pada tahun 1907 hingga 1911 dan dibiayai oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Sasaran pemugaran ini lebih banyak ditujukan pada bagian puncak candi, yaitu tiga teras bundar dan stupa pusatnya.
Namun karena beberapa batunya tidak diketemukan kembali, bagian puncak (catra) stupa tidak bisa dipasang kembali.
Usaha-usaha konservasi telah dilakukan sejak pemugaran pertama oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan terus menerus mengadakan pengamatan dan penelitian terhadap Candi Borobudur.
Sayangnya, proses kerusakan dan pelapukan batu-batu Candi Borobudur yang disebabkan oleh berbagai faktor terus berlangsung.
Hasil penelitian yang diadakan oleh suatu panitia yang dibentuk pada tahun 1924 menemukan sebab-sebab kerusakan itu ada 3 macam, yaitu korosi, kerja mekanis serta kekuatan tekanan dan tegangan di dalam batu-batu itu sendiri.
Baca Juga: ASITA: Wacana Penaikan Harga Tiket Candi Borobudur Memberatkan dan Hambat Kerja Sama Pelaku Wisata
Adapun pemugaran kedua berlangsung pada tahun 1973 hingga 1983.
Berdasarkan perbandingan antara kondisi saat itu dengan foto-foto yang dibuat Van Erp pada sepuluh tahun sebelumnya, ternyata proses kerusakan Candi Borobudur terus terjadi dan semakin parah.
Terutama pada dinding relief batu-batunya rusak akibat pengaruh iklim.
Selain itu bangunan candinya juga terancam oleh kerusakan.
Dengan masuknya Indonesia menjadi anggota PBB, maka secara otomatis Indonesia menjadi anggota UNESCO.
Melalui lembaga UNECO itulah Indonesia mulai mengimbau kepada dunia internasional untuk ikut menyelamatkan bangunan yang sangat bersejarah tersebut.
Dengan menggunakan dana dari Pelita dan dana UNESCO, pada tahun 1975 dilakukan pemugaran secara total, selain di tingkat Arupadhatu yang saat itu keadaannya masih baik.
Hanya tingkat bawahnya saja yang dibongkar dengan tiga macam pekerjaan.
Yakni tekno arkeologi yang terdiri atas pembongkaran seluruh bagian Rupadhatu, yaitu empat tingkat segi empat di atas kaki candi.
Lalu, pekerjaan teknik sipil, adalah pemasangan pondasi beton bertulang untuk mendukung Candi Borobudur untuk setiap tingkatnya dengan diberi saluran air dan lapisan kedap air di dalam konstruksinya.
Kemudian, pekerjaan kemiko arkeologis, yaitu pembersihan dan pengawetan batu-batunya, dan akhirnya penyusunan kembali batu-batu yang sudah bersih dari jasad renik (lumut, cendawan, dan mikroorganisme lainnya) ke bentuk semula.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.