Nantinya penjualan baju atau kaos itu sebagian untuk gerakan rakyat bantu rakyat.
“Karena kami bukan akun buzzer dan enggak punya uang jadinya kami hadiahi eksposure bagi pemenang,’ kata dia.
Baca Juga: Mural Bentuk Ekspresi Publik? | Aiman (5)
Ihwal penghapusan mural atau gambar di dinding yang diambil oleh pemerintah beberapa waktu lalu dinilai keliru.
Seharusnya, lanjut Mimin, gambar-gambar yang tersaji di jalanan ini mendapatkan apresiasi seperti yang dilakukan oleh bangsa Eropa.
“Kita lihat negara-negara Eropa dalam mereformasi politiknya dan negara-negara post kolonial yang merdeka, mereka banyak bertebaran mural-mural yang sifatnya membangun meskipun itu dianggap kritis dan mengancam para politisi,” jelas dia.
Bahkan sekarang ini mural di berbagai negara justru digunakan sebagai daya tarik wisata, sedangkan di Indonesia justru sebaliknya mural dianggap kriminal.
Pihaknya juga menyayangkan banyaknya baliho yang menjadi sampah visual justru dinilai sebagai representasi suara rakyat.
“Padahal itu suara oligarki yang punya uang untuk menyewa papan reklame dan memprinting spanduk banner yang merusak pemandangan kita secara estetik dan politik,” pungkas dia.
Baca Juga: Kritik Lewat Mural, Pidana? | Aiman (3)
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.