Untuk itu, menurut Arlan, para petani di desanya menyiasati dengan mengoleskan solar di kaki sebelum bertani.
Sifat solar yang berminyak disebut bisa mencegah gatal-gatal itu kambuh lagi setelah petani turun ke sawah.
”Saya tidak tahu kenapa teman-teman petani pakai solar. Ya, namanya petani, mau cari makan di mana kalau bukan dari sawah. Kalau tidak kerja, ya, tidak makan. Jadi, kami tetap turun, apa pun risikonya,” kata Arlan.
Sementara ini, para petani memiliki beberapa dugaan penyebab gatal-gatal itu.
Di antaranya yaitu, kegiatan penambangan emas tanpa izin (PETI) di Gunung Pani.
Ada dugaan para penambang membiarkan limbah pengolahan mengalir ke sungai yang kemudian mengairi sawah di Buntulia dan Duhiadaa.
Dugaan lainnya, menurut Arlan, petambang juga mungkin membuang ubi hutan yang dikenal sebagai bitule ke sungai.
Ubi itu beracun dan menyebabkan gatal-gatal.
“Kemungkinan lain bisa jadi karena kotoran itik,” katanya.
Namun demikian, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Pohuwato Irfan Saleh mengatakan, para petani dengan keluhan serupa telah diminta untuk berobat ke puskesmas terdekat, tetapi belum ada petani yang datang.
Dinas kesehatan pun akan mengirimkan dokter ke desa untuk memeriksa penyakit tersebut.
Karena itu pula, sampai sekarang belum diketahui penyakit apa yang diderita para petani.
Namun, Irfan belum mengimbau mereka untuk tidak turun ke sawah untuk sementara atau mengajukan alternatif lain.
Baca Juga: Bang Sampah, Ajak Warga Setorkan Sampah Berhadiah Emas
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.