JAKARTA, KOMPAS.TV – Perbaikan sistem komunikasi kabel laut Sulawesi Maluku Papua Cable System ruas Biak-Sarmi milik Telkom Indonesia terus diupayakan. Perbaikan secara menyeluruh ditargetkan selesai pada awal Juni 2021.
Melansir dari laman Kompas.id (17/5/2021), gangguan layanan telekomunikasi di Indonesia bagian timur, khususnya Papua dan sekitarnya, terjadi sejak 30 April 2021. Penyebab utamanya adalah putusnya jaringan tulang punggung bawah laut atau sistem komunikasi kabel laut Sulawesi Maluku Papua Cable System (SMPCS) milik Telkom Indonesia di ruas Biak-Sarmi dengan titik lokasi 360 kilometer dari Jayapura.
Putusnya jaringan tulang punggung kabel laut itu diduga karena pergeseran lapisan bumi di dasar laut. Akibatnya, layanan Telkom Grup mengalami gangguan dengan total trafik sebesar 135 Gbps.
Adapun, Vice President Corporate Communication PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk, Pujo Pramono, Minggu (16/5/2021), menyampaikan, target penyambungan kabel laut yang putus akan selesai pada minggu awal Juni 2021.
Baca Juga: Perkuat Bisnis Digital, Telkomsel Jalin Kerja Sama dengan Huawei
Total kapasitas konsumsi transfer data yang dihitung dalam satuan waktu bit per detik atau bandwidth Telkom yang sudah pulih di Jayapura saat ini mencapai sekitar 2,007 Gbps.
Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Dedy Permadi, menjelaskan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Telkom Indonesia. Lebih lanjut, pihak Telkom Indonesia sebagai penyelenggara telah berupaya memperbaiki dimulai dari reaktivasi layanan suara, layanan IP VPN Telkom, hingga penyediaan akses internet dedikasi ke global atau Astinet.
“Perbaikan dilakukan melalui deployment link backup (jaringan cadangan), seperti melalui jaringan tulang punggung Palapa Ring Paket Timur, satelit, dan penambahan microwave radio dengan total kapasitas 969 Mbps,” jelas Dedy.
Ia juga menjelaskan, sejak pekan kedua Mei 2021, kapasitas satelit dan microwave radio ditambahkan menjadi 2,5 Gbps. Kemkominfo berharap, hal itu bisa semakin memperlancar pendistribusian layanan telekomunikasi ke masyarakat.
Kendala
Sementara itu, Direktur Eksekutif Information and Communication Technologies (ICT) Institute, Heru Sutadi, saat dihubungi di Jakarta, mengungkapkan, pembangunan dan pemeliharaan jaringan telekomunikasi berupa kabel laut tidaklah mudah.
Selain jangkar kapal, tantangannya adalah arus bawah air dan pergerakan tanah di bawah laut. Dalam sejumlah kasus, kapal yang digunakan untuk perawatan dan memperbaiki kabel harus sewa dari negara tetangga.
Dalam peristiwa di Papua, pembangunan dan pemeliharaan jaringan telekomunikasi di darat pun berhadapan dengan kondisi geografis yang menantang. Ditambah lagi, belum semua jaringan terhubung memakai serat optik. Akibatnya, proses back up (cadangan) layanan telekomunikasi akibat putusnya kabel laut ruas Biak-Sarmi menggunakan satelit dan microwave radio tidak akan optimal.
“Kemampuan satelit ataupun microwave radio tidak setara dengan serat optik,” ujar Heru.
Menurut Heru, selain Indonesia bagian timur, ruas jaringan telekomunikasi berupa kabel laut di Indonesia bagian barat juga beberapa kali putus. Penyebabnya pun hampir serupa. Hanya saja, kapal yang dipakai untuk perbaikan biasanya bersiap di Batam atau di perairan Singapura sehingga pemulihan layanan telekomunikasi lebih cepat.
Oleh karena itu, imbuh Heru, jaringan back up selalu dibutuhkan, baik berupa kabel laut yang sengaja dibangun sebagai redudansi (redudant) maupun satelit. Kapal pemeliharaan kabel laut semestinya selalu bersiap sehingga mempercepat penanganan.
Baca Juga: Tak Hanya Palestina, Natalius Pigai Minta Jokowi Responsif Atasi Persoalan Kemanusiaan di Papua
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.