Mereka mengambil lokasi di area tambang Bukit Asam di Sawahlunto, 31 Juli lalu, dan alat tersebut bekerja dengan baik di kedalaman 800 meter di terowongan sepanjang 6 kilometer.
Nah, bagaimana pengguna dapat membaca hasil analisa ISP?
Baca Juga: Olimpiade Sains Kemenag: Madrasah se-Indonesia Beradu Sains di Tingkat Nasional
Bebrina Latif Azzahra menjelaskan, ESP sudah dihubungkan dengan ponsel yang telah diinstal aplikasi Blynk.
Aplikasi yang kompatibel untuk iOS dan Android ini dapat membaca segala parameter yang dapat ditangkap ESP.
Ia dapat melakukan tindakan, misalnya mengendalikan perangkat hardware, menampilkan data sensor, menyimpan data, visualisasi, dan lain-lain.
Zahra mengatakan, alat ini memiliki sensitifitas tinggi. Pada pengujian di area tambang, situasinya kepadatan gas metana mencapai 151 ppm.
"Tetapi yang jauh lebih kecil juga bisa ditangkap," ujar Zahra.
Bila kepadatan metana mencapai 5000 ppm, maka ponsel akan mengeluarkan alarm warning.
Alat ini sangat aplikatif karena dapat digunakan untuk rumah tangga dan perorangan.
Misalnya, mendeteksi kebocoran gas elpiji di dapur, gas kotoran hewan pada peternakan, dan bocoran gas karbon yang merembes ke kabin kendaraan.
Banyaknya kemampuan ini karena sensor yang dipasang dapat diset untuk mengenali berbagai jenis gas seperti metana (CH4), karbon dioksida (CO2), etana (C2H6), hidrogen sulfida (H2S), dan lain-lain, tergantung penyetelannya.
Baca Juga: Kemenag Buka Kompetisi Sains Madrasah Nasional, Bangun Jaringan Sosial Talenta Muda Berbakat
Perangkat canggih ini hanya sampai pada percobaan dan belum pernah diproduksi. Harganya terbilang murah.
Untuk merakit dari nol, biayanya tak sampai Rp500 ribu.
"Tapi alatnya harus beli di Jakarta," katanya, menegaskan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.