Biles bukan atlet senam biasa. Ia adalah pesenam terbaik sepanjang sejarah olahraga itu. Ia telah meraih 19 medali emas dan total 30 medali dari olimpiade dan turnamen senam tingkat dunia.
Meski begitu, Simone Biles takut membebani tim, sehingga mendapat hasil buruk. Ketakutan itu menunjukkan, atlet memang manusia biasa.
“Kami juga manusia. Tak ada manusia sempurna. Jadi ya, tidak apa-apa bila merasa tak baik-baik saja,” kata Michael Phelps, dikutip dari Associated Press.
Keputusan Biles pun mendapat pujian dari banyak pihak. Ia dianggap berani membuka diri dan memutuskan menjaga kesehatan dirinya, alih-alih memaksakan diri terlalu jauh.
“Itu adalah keputusan yang berani untuk menjaga kesehatan diri sendiri dan melawan seluruh tekanan yang membebanimu,” ujar psikolog asal Amerika Serikat, Jill Emanuele kepada Insider.com.
Pada 2019, Komite Olimpiade Internasional (IOC) merilis sebuah temuan. Temuan itu menunjukkan sebanyak 45% atlet papan atas menderita kecemasan dan depresi.
Namun, kenyataan ini jarang terlihat bagi masyarakat lain.
Baca Juga: Studi Oxford: Penderita Covid-19 juga Alami Gangguan Kesehatan Mental Seperti Depresi dan Kecemasan
“Menjadi seorang atlet olimpiade sering diiklankan sebagai hal yang mengagumkan, dan mereka sering dibiarkan menghadapi banyak efek sampingnya,” kata figure skater Amerika, Gracie Gold.
Padahal, setiap hari para atlet mati-matian berlatih, menguas tenaga, pikiran dan biaya. Kadang di tengah kondisi terbatas.
Menurut Gold, atlet juga rentan mengalami gangguan makan, depresi, kecemasan berlebih dan pikiran untuk melakukan bunuh diri. Saat semua masalah ini menyerang, kata Gold, tak ada yang bisa membantu atlet.
Pandemi Covid-19 ini pun membuat kesehatan mental atlet memburuk. Atlet mesti menjaga kesehatan di tengah merebaknya virus Covid-19.
“Situasi pandemi banyak mengganggu pikiran. Olimpiade adalah ajang besar dan kami harus menjaga diri agar jangan sampai terinfeksi virus,” ujar Hendra Setiawan, atlet ganda putra badminton Indonesia sebelum berangkat ke Olimpiade Tokyo, Kamis (8/7/2021).
Di sisi lain, mereka juga berhadapan dengan situasi tak menentu dan beban mesti berprestasi. Hal ini dirasakan tunggal putra Jonatan Christie.
“Tegangnya karena kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi dengan kondisi seperti ini. Ambil contoh All England, kami sudah di sana, tetapi tidak bisa bertanding. Itu membuat mental turun,” kata Jonatan, dikutip dari Kompas.id.
Baca Juga: Dorong Kebebasan Berpakaian, Atlet Perempuan Ramai-Ramai Tolak Pakai Seragam Erotis
Itu baru menyebut sebagian tantangan. Belum lagi soal masalah keuangan, kesulitan berlatih, ketatnya protokol kesehatan, hingga kabar kematian akibat Covid-19.
“Buatmu yang berjuang dengan kesehatan mental, ketahui bahwa kamu tidak sendiri: Ada hari-hari saat aku ingin berubah menjadi bola dan menyendiri saja di pojokan,” ujar Michael Phelps.
“Tapi, cukup ambil langkah maju sedikit demi sedikit, ambil napas dalam-dalam. Itu benar-benar dapat membantu,” imbuhnya.
Sumber : Kompas TV/Kompas.id/Insider/BWF/Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.