JAKARTA, KOMPAS.TV - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengabulkan gugatan mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Evi Novida Ginting Manik terhadap Surat Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) Nomor 34/P Tahun 2020.
Surat yang digugat itu berisi tentang tindak lanjut Presiden atas Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memecat Evi sebagai Komisioner KPU.
Berdasarkan sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) PTUN, melalui putusannya PTUN menyatakan mengabulkan gugatan Evi untuk seluruhnya.
PTUN juga menyatakan Surat Keputusan Presiden terkait pemecatan Evi batal.
Kemudian, PTUN memerintahkan agar Surat Keputusan Presiden tersebut dicabut. Serta, memerintahkan Presiden merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukan Evi sebagai Komisioner KPU.
Baca Juga: PTUN Jakarta Kabulkan Gugatan Evi Novida Soal Keppres Pemecatan dari Komisoner KPU
Respons Evi Novida Ginting
Evi membenarkan bahwa gugatan perkaranya dikabulkan oleh PTUN.
"Iya, saya dapat dari pengacara begitu. Alhamdulillah ya dikabulkan seluruh permohonan," kata Evi, sebagaimana dikutip dari Kompas.com, Minggu (26/7/2020).
Evi menegaskan bahwa dia tidak menggugat putusan DKPP, tetapi SK Presiden yang memecat dirinya. Namun demikian, SK Presiden tersebut terbit sebagai tindak lanjut dari putusan DKPP.
"Jadi kan putusan DKPP itu belum final dan konkret kalau tidak dikeluarkan SK Presiden. Gitu ya menurut saya," ujar Evi.
Meski begitu, ia menyadari bahwa putusan PTUN itu belum inkrah. Masih ada kemungkinan Presiden mengajukan banding atas putusan itu.
Namun, Evi berharap hal tersebut tak terjadi. Ia ingin Presiden menjalankan amar putusan PTUN Nomor 82/G/2020/PTUN.JKT itu. "Ya, berharap demikian dilaksanakan amar putusannya," kata Evi.
Baca Juga: Presiden Jokowi Diminta Legowo Terima Putusan PTUN Jakarta Soal Pemberhentian Evi Novida Ginting
DKPP Bergantung Presiden
Dihubungi secara terpisah, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Muhammad menyebut bahwa meskipun SK Presiden terbit atas putusan DKPP, tindak lanjut dari Putusan PTUN bergantung pada langkah Presiden ke depan.
Sebab, obyek gugatan perkara adalah Surat Keputusan Presiden, bukan putusan DKPP. "Ya (bergantung pada langkah Presiden)," kata Muhammad saat dikonfirmasi, Kamis (23/7/2020).
"Obyek gugatan adalah keputusan Presiden, yang diputuskan PTUN adalah mengoreksi putusan Presiden," kata dia.
Muhammad berpandangan, SK Presiden mengenai pemecatan Evi masih berlaku hingga ada putusan inkrah atas putusan PTUN. Sebab, masih ada upaya banding yang bisa ditempuh.
Namun demikian, menurut Muhammad, kewenangan banding ada di tangan Presiden. "(Banding) bergantung Presiden," ujar dia.
Muhammad menyampaikan, Presiden perlu meluruskan putusan PTUN tersebut. Sebab, atas kesepakatan bersama pemerintah dan DPR, desian kelembagaan DKPP telah dirumuskan dalam Undang-Undang Pemilu sebagai peradilan etika.
DKPP beri wewenang memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran etika penyelenggara pemilu. Oleh karenanya, kata Muhammad, vonis DKPP bersifat final mengikat.
"Terhadap amar putusan PTUN yang mengoreksi vonis DKPP pemberhentian menjadi rehabilitasi perlu diluruskan oleh presiden sebagai representasi pemerintah yang ikut merumuskan noma UU tentang kelembagaan DKPP," kata dia.
Baca Juga: Jokowi Teken Surat Pemberhentian Tidak Hormat Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik
Tim Kepresidenan Dinilai Lemah
Sementara itu, anggota Komisi II DPR RI fraksi PAN Guspardi Gaus menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa mengkaji putusan PTUN Jakarta untuk melayangkan banding.
Menurut Guspardi, jika tidak ada celah hukum, Presiden Jokowi legowo mengembalikan Evi sebagai Komisioner KPU.
"Kalau memang tidak ada ruang untuk banding, presiden harus secara jiwa besar, harus mengikuti apa yang diputuskan oleh PTUN Jakarta," ujar Guspardi, Sabtu (25/7/2020) dikutip dari Tribunnew.com.
Lebih lanjut Guspardi merasa heran dengan tim kepresidenan yang dinilainya lemah membantu Presiden Jokowi dalam persoalan hukum. Sehingga, kebijakan yang diputuskan presiden terdapat celah bagi siapa pun untuk menggugat.
Hal ini terbukti dengan putusan PTUN Jakarta yang menolak Keppres Nomor 34/P Tahun 2020.
Menurut Guspardi dalam mengambil keputusan dan kebijakan presiden harus betul-betul mempelajari sebelum memutuskan apa pun.
Sebab sekarang ini zaman transparan dan ada celah untuk siapa pun untuk melakukan upaya hukum. Guspardi menyarankan agar hal ini tidak terjadi lagi.
Di sisi lain, anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ini juga mengapresiasi PTUN yang tidak pandang bulu dalam menegakkan hukum.
"Keputusan presiden saja bisa dibatalkan oleh pengadilan. Ini bagus dari segi penegakan hukum kalau memang di situ ada kelemahan ada kekuarangan terhadap kebijakan yang diambil pemerintah dalam hal ini presiden," ujar Guspardi.
Baca Juga: Tak Terima Dipecat, Komisioner KPU Evi Novida Gugat Putusan DKPP ke PTUN
Putusan PTUN
Sidang pembacaan putusan Nomor: 82/G/2020/PTUN.JKT digelar di ruang sidang PTUN Jakarta, pada Kamis (23/7/2020).
Evi mendaftarkan gugatan terhadap Presiden Republik Indonesia ke PTUN Jakarta pada 17 April 2020 lalu.
Keputusan Presiden No.34/P Tahun 2020 itu merupakan tindak lanjut atas Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019 pada 18 Maret 2020.
Majelis Hakim PTUN Jakarta membuat lima keputusan terhadap Evi selaku penggugat dan Presiden Joko Widodo sebagai tergugat, antara lain:
Baca Juga: Adian Napitupulu Sebut Ada 6.200 Orang Titipan di BUMN, Ini Penjelasannya
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.