Kompas TV nasional politik

Intip Lagi Alasan MK Hapus Persyaratan Presidential Threshold 20%: Menutup Kemungkinan Calon Tunggal

Kompas.tv - 3 Januari 2025, 06:00 WIB
intip-lagi-alasan-mk-hapus-persyaratan-presidential-threshold-20-menutup-kemungkinan-calon-tunggal
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra. MK telah menangani 27 gugatan terkait uji materi terkait Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur presidential treshold. (Sumber: Kompas.com/Fabian Januarius Kuwado)
Penulis : Fadel Prayoga | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS TV - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra menjelaskan alasan pihaknya mengabulkan gugatan uji materi terkait ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. 

Dalam pasal 222 Undang-Undang Pemili tercantum aturan, yaitu pasangan calon presiden dan wakil presiden hanya dapat diusung partai politik (parpol) atau gabungan parpol peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi minimal 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh suara 25 persen dari suara sah secara nasional dalam pemilu legislatif sebelumnya.

Saldi menjelaskan, dengan dikabulkan aturan itu membuat setiap partai politik yang terdaftar sebagai peserta pemilu bisa mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden. 

Baca Juga: MK Hapus Presidential Threshold 20 Persen di Undang-Undang Pemilu

Menurut Saldi, dengan adanya aturan itu hanya membuat polarisasi yang terjadi di masyarakat, karena hanya melahirkan dua pasangan calon. Bahkan, bila terus dibiarkan dikhawatirkan nantinya malah terjebak untuk menghadirkan satu pasangan calon dalam gelaran pilpres. 

"Bahkan jika pengaturan tersebut terus dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal," ujar Saldi saat membacakan pertimbangan putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).

"Dalam Pasal 222 UU 7/2017 tidak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat namun juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerable serta nyata-nyata bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945. Sehingga terdapat alasan kuat dan mendasar bagi Mahkamah untuk bergeser dari pendirian dalam putusan-putusan sebelumnya," imbuhnya. 

Ia menyatakan, seluruh dalil yang dijelaskan para pemohon dalam gugatan tersebut bealasan menurut hukum.

Perkara-perkara tersebut, antara lain, nomor 62/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Enika Maya Oktavia dkk, perkara 87/PUU-XXII/2024 yang diajukan Dian Fitri Sabrina dkk, perkara 101/PUU-XXII/2024 yang diajukan Hadar N Gumay dan Titi Anggraini, serta perkara 129/PUU-XXII/2024 yang diajukan Gugum Ridho Putra dkk.

"Dengan demikian, dalil para Pemohon yang menyatakan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7/2017 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat adalah beralasan menurut hukum," ujarnya.

"Dalam hal ini, misalnya, jika jumlah partai politik peserta pemilu adalah 30, maka terbuka pula potensi terdapat 30 pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan partai politik peserta pemilu," kata Saldi.

Sebelumnya, dikutip dari Kompas.id, salah satu pemohon Titi Anggraini mengatakan MK menerapkan standar yang sangat baik bagi demokrasi substansial di Indonesia.

Baca Juga: Alasan MK Hapus Presidential Threshold 20%: Bertentangan dengan Konstitusi dan Rawan Ada Polarisasi

Hal itu terlihat dari misalnya putusan 114/PUU-XX/2022 tentang sistem pemilu, 116/PUU-XXI/2023 tentang ambang batas parlemen, serta 60/PUU-XXII/2024 tentang syarat ambang batas pencalonan kepala daerah.

”Melihat perkembangan perspektif konstitusional di MK belakangan ini, mestinya tidak ada alasan bagi MK untuk tidak mengabulkan permohonan kami. Yaitu, agar setiap partai politik yang punya kursi di parlemen dapat mengusulkan sendiri calonnya di pilpres serta pembentuk undang-undang merumuskan angka ambang batas khusus bagi parpol peserta pemilu yang tidak punya kursi di parlemen untuk bisa ikut di dalam pencalonan presiden,” ujar Titi, Minggu (29/12/2024).


 




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x