Baca Juga: Prabowo Sebut dalam Politik Tidak Boleh Membenci, Mencaci Lawan: Kembali ke Kepribadian Kita
Sebagai contoh, seseorang memiliki sebuah mobil dengan NJKB (Nilai Jual Kendaraan Bermotor) sebesar Rp 200 juta dan merupakan kendaraan kepemilikan pertama wajib pajak.
Untuk perhitungan pajak PKB terutang, menurut UU Nomor 1 Tahun 2022 terbaru tarifnya adalah sebesar 1,1 persen.
Jadi PKB terutangnya adalah 1,1 persen dikalikan dengan Rp 200 juta, sehingga PKB terutang sebesar Rp 2,2 juta.
Dana tersebut masuk ke RKUD Provinsi yang bersangkutan.
Lalu pemilik mobil juga harus membayar opsen PKB sebesar 66 persen dari PKB terutang.
Dengan demikian, 66 persen dikalikan dengan Rp 2,2 juta, sehingga pajak opsen PKB adalah Rp 1,45 juta.
Dana tersebut masuk ke RKUD Kabupaten/Kota sesuai alamat atau NIK wajib pajak
Jadi pajak kendaraan yang harus dibayarkan pemilik mobil totalnya adalah Rp 3,65 juta.
Hal ini terdiri dari PKB terutang Rp 2,2 juta, ditambah dengan opsen PKB sebesar Rp 1,45 juta.
Nilai total pajak Rp 3,65 juta itu dianggap tidak jauh berbeda dengan pajak mobil yang dibayarkan pemilik mobil dengan skema lama yakni UU Nomor 28 Tahun 2009 yang menetapkan tarif pajak PKB berkisar 1,8 persen.
Di mana apabila nilai jual mobil (NJKB) sebesar Rp 200 juta dikalikan dengan tarif pajak lama sebesar 1,8 persen, maka pajak PKB terutang adalah sebesar Rp 3,6 juta.
Pada perhitungan skema pajak baru, lebih mahal Rp 50.000 dibandingkan skema perhitungan pajak PKB lama sesuai UU Nomor 28 Tahun 2009 (dengan asumsi tarif PKB lama 1,8 persen dan PKB baru 1,1 persen).
Pembayaran Rp3,65 juta tersebut dilakukan secara langsung secara bersamaan di SAMSAT.
Kemudian bank tempat pembayaran melakukan split ke RKUD Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Sumber : kemenkeu.go.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.