Pihak HK-HKR sekaligus meminta pengembalian atas penyertaan saham sebesar Rp200 miliar dan pinjaman sebesar Rp1 triliun.
Dalam putusannya, lanjut Budi, hakim PN Jaktim mengabulkan seluruh permohonan para penggugat (PT CSK, Azbindo dan Aziz Mochdar) dalam permohonan provisi, kecuali permohonan angka 7 mengenai uang paksa (dwangsom).
"Pengadilan Negeri Jakarta Timur menyatakan PT Hutama Karya (Persero) dan PT HK Realtindo melakukan Perbuatan Melawan Hukum,” katanya.
Pengadilan juga menghukum PT Hutama Karya (Persero) dan PT HK Realtindo membayar ganti rugi meteriil sebesar Rp8,346 triliun secara tanggung renteng.
Hakim juga menghukum HK-HKR membayar ganti rugi imateril senilai Rp3,125 triliun.
Dengan putusan tersebut, maka PT Hutama Karya (Persero) berpotensi memiliki kewajiban pembayaran sebesar Rp11,471 triliun, jika putusan telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).
Budi Harto menyebut, pihaknya berencana mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur itu.
"Kami menghormati putusan pengadilan, namun kami perlu untuk melakukan banding agar seluruh fakta dapat dipertimbangkan lebih lanjut," ujar Budi Harto dalam keterangannya di keterbukaan informasi di laman IDX.
Atas perkara itulah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) kemudian melakukan penggeledahan di tiga lokasi berbeda.
Ketiganya adalah Gedung Cyber 1 lantai 11, Kuningan Barat, Mampang, Jakarta Selatan.
Kemudian, satu rumah di Perumahan Bukit Cinere Indah Kota Depok, dan sebuah rumah di Jalan Gebang Sari Kecamatan Cipayung Jakarta Timur.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Daerah Khusus Jakarta, Syahron Hasibuan kepada wartawan menyebut, pihaknya tengah melakukan penyelidikan pada perkara itu.
“Penyidik bidang Pidana Khusus Kejati DKJ Tengah melakukan penyelidikan terhadap penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada kegiatan pembiayaan Proyek Pengembangan Tanah Technopark oleh PT Hutama Karya (Persero) pada tahun 2018 s/d 2020 senilai Rp1,2 triliun,” ujar Syahron Hasibuan, usai penggeledahan tersebut kepada awak media, Senin (9/9/2024).
Ia juga mengatakan, dari penggeledahan di tiga tempat itu, penyidik menyita beberapa unit Laptop, PC untuk dilakukan analisis forensik.
”Turut disita beberapa dokumen dan berkas penting lainnya guna membuat terang peristiwa pidana dan penyempurnaan alat bukti dalam perkara a quo,” jelas Syahron Hasibuan.
Syahron menegaskan, penggeledahan dilakukan sebagaimana Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Daerah Khusus Jakarta Nomor PRINT- 3521/M.1/Fd.1/08/2024 Tanggal 28 Agustus 2024.
Baca Juga: Update Kasus Kebakaran Gedung Cyber 1: Polres Jaksel Terbitkan SP3, LBH-IPW Minta Polisi Transparan
Pihak Kejati Daerah Khusus Jakarta terus menyelidiki perkara tersebut. Karena keuangan perusahaan negara (PT Hutama Karya (Perseroan)) kehilangan Rp1,2 triliun atas transaksi pembelian tanah untuk proyek Technopark yang ternyata status tanahnya tidak clean and clear alias bermasalah.
Hal ini diketahui setelah adanya Laporan Hasil Audit Investigasi (LHAI) dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.