JAKARTA, KOMPAS.TV - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengeluarkan pernyataan keras terkait situasi politik di Indonesia, yang menurut mereka menunjukkan tanda-tanda darurat demokrasi.
Pihak YLBHI menuduh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Pemerintah telah melakukan pelanggaran konstitusi serta mengabaikan kedaulatan rakyat melalui revisi undang-undang yang kontroversial.
Dalam press release hari ini Kamis (22/8/2024), YLBHI menyatakan bahwa DPR dan Pemerintah tengah memainkan "sirkus tirani parlemen" dengan tujuan mengakomodir kepentingan politik segelintir elit.
Mereka menyebut koalisi politik yang dipimpin oleh Prabowo Subianto dan dinasti politik Presiden Joko Widodo sebagai penggerak utama di balik upaya revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) serta beberapa undang-undang lain yang dinilai inkonstitusional.
Pernyataan ini menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan Partai Buruh dan Partai Gelora terkait UU Pilkada.
Dalam putusannya, MK memutuskan partai politik atau gabungan partai politik dapat mengusung calon kepala daerah meskipun tidak memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Putusan ini dianggap sebagai upaya untuk menyeimbangkan proses demokrasi di Indonesia.
Namun, rencana Badan Legislasi DPR untuk segera menggelar rapat pada Rabu (21/8/2024) guna meninjau dan bahkan menganulir putusan MK tersebut, menimbulkan kekhawatiran.
YLBHI menuding bahwa upaya DPR ini adalah bentuk perlawanan terhadap keputusan hukum tertinggi yang seharusnya dijunjung tinggi oleh para wakil rakyat.
Mereka juga menyoroti adanya dugaan skenario yang memungkinkan kandidat yang diusung koalisi besar ini berhadapan dengan "kotak kosong" atau calon boneka dalam Pilkada mendatang.
Baca Juga: DPR Tunda Pengesahan Revisi UU Pilkada, Sidang Paripurna Tidak Kuorum
"Gerak cepat di parlemen dapat ditebak. Beberapa waktu ke belakang, koalisi partai politik yang dikomandoi oleh Prabowo dan Presiden Jokowi berusaha untuk membangun koalisi gemuk untuk menghadapi Pilkada 2024. Membuka kemungkinan besar pasangan yang mereka usung bertarung dengan kotak kosong dan calon boneka. Kali ini, ketika terdapat putusan MK yang mencoba untuk menyeimbangkan ruang demokrasi di parlemen, koalisi tersebut berbondong-bondong untuk menjegalnya," tulis YLBHI.
YLBHI menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat, mulai dari buruh, petani, kaum miskin kota, hingga mahasiswa dan kaum muda untuk bersatu dan mengorganisir aksi pembangkangan sipil.
Mereka mengajak rakyat turun ke jalan untuk menentang apa yang mereka sebut sebagai "setan-setan yang berdiri mengangkang" demi memperjuangkan hak-hak demokratis yang dianggap sedang diinjak-injak oleh kekuatan politik yang ada.
Tuntutan ini menjadi semakin relevan seiring dengan langkah DPR yang terlihat semakin berani untuk mengembalikan syarat ambang batas pencalonan kepala daerah ke angka 20% dan 25% yang sebelumnya sudah digugat dan diputuskan oleh MK.
Jika revisi ini terealisasi, maka kekhawatiran YLBHI demokrasi di Indonesia sedang menuju titik nadir mungkin tidak berlebihan.
YLBHI mengingatkan, ini bukan hanya soal undang-undang, tetapi soal masa depan demokrasi dan kedaulatan rakyat Indonesia yang dipertaruhkan.
"Kepada DPR RI dan Pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk menghentikan pembahasan Revisi UU Pilkada di DPR dan patuhi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024," kata YLBHI.
"Kepada rakyat tertindas di seluruh Indonesia–buruh, tani, dan kaum miskin kota–dan kaum muda di Indonesia untuk mengkonsolidasikan diri dan mempersiapkan pembangkangan sipil. Tidak ada pilihan, Saatnya turun Ke Jalan, robohkan “setan-setan yang berdiri mengangkang”, kita bergerak, bersuara, dan melakukan aksi sampai menang!" demikian pernyataan tersebut.
Baca Juga: Media Asing Soroti Pilkada 2024, Sebut Putusan MK Pukulan untuk Warisan Dinasti Jokowi
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.