Kompas TV nasional hukum

Peneliti Jelaskan Metode Verifikasi Dukungan Kandidat Jalur Perseorangan: Sensus per Kepala

Kompas.tv - 17 Agustus 2024, 06:05 WIB
peneliti-jelaskan-metode-verifikasi-dukungan-kandidat-jalur-perseorangan-sensus-per-kepala
Titi Anggraini, dewan pembina Perludem. (Sumber: perludem.org)
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV – Peneliti kepemiluan, Titi Anggraini menjelaskan metode yang seharusnya digunakan dalam melakukan verifikasi faktual syarat dukungan untuk kandidat bakal calon kepala daerah jalur perseorangan.

Penjelasan Titi tersebut ia sampaikan dalam dialog Sapa Indonesia Malam, Kompas TV, membahas dugaan pencatutan nama dan kartu tanda penduduk (KTP) warga Jakarta untuk mendukung pasangan kandidat jalur perseorangan di Pilkada Jakarta, Jumat (16/8/2024).

Titi Anggraini yang juga merupakan anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) ini, menyebut dugaan pencatutan ini mengindikasikan banyak sekali persolan.

“Itu mengindikasikan banyak sekali persoalan. Mulai dari keamanan dan perlindungan data terhadap warga, betapa rentan dan rawannya data pribadi warga untuk dilindungi di dalam proses bernegara kita,” kata dia.

Baca Juga: Bawaslu Tunggu Laporan Pencatutan KTP di Pilgub Jakarta: Laporan Masuk Pasti Ditindaklanjuti

Ia menyebut, jika dugaan pencatutan KTP itu terbukti, maka hal ini merupakan tindak pidana pilkada. Sebab, dalam UU nomor 8 tahun 2015 dan UU nomor 10 tahun 2016, mengatur tentang pemberian keterangan yang tidak benar dan dokumen palsu.

“Bagi yang memberikan keterangan tidak benar, menggunakan dokumen palsu untuk kepentingan syarat pencalonan, itu merupakan tindak pidana pilkada yang ancaman hukumannya minimal 12 bulan dan maksimal 36 bulan, dan denda minimal Rp12 juta dan maksimal Rp36 juta.”

“Lalu, bagi petugas, yaitu PPS, PPK, KPU kabupaten/kota, KPU provinsi, yang ternyata tidak melakukan verifikasi sebagaimana tugasnya di dalam memeriksa dukungan perseorangan tadi, juga diancam pidana, minimal 36 bulan, maksimal 72 bulan, dan denda minimal Rp36 juta, maksimal Rp72 juta,” bebernya.

Dugaan pencatutan itu menurut dia bukan hanya tentang pelanggaran tindak pidana pilkada, tapi juga menyangkut keabsahan untuk menjadi peserta pilkada.

Titi mengakui bahwa pada dasarnya syarat untuk peserta pilkada dari jalur perseorangan memang berat. Namun, bukan berarti syarat yang berat itu dapat disimpangi dengan melakukan pencatutan data.

“Masyarakat juga perlu tahu, syarat dukungan itu diperiksa secara menyeluruh karena menggunakan metode sensus,” tuturnya.




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x