Akan tetapi, ungkap Ridwan, dalam konteks tersebut secara tegas dinyatakan bahwa PTUN tidak berwenang mengadili putusan yang mereka keluarkan.
Menurut Jimly, itu adalah pernyataan yang tepat karena sejatinya objek perkara yang bisa diadili di PTUN adalah keputusan administrasi yang mengandung unsur hukum.
“Pertama, tidak ada Keputusan Presiden (Keppres) karena kalau dia diberhentikan sebagai anggota maka perlu Keppres dan itu bisa diperkarakan,” ucapnya dikutip dari Antara.
“Sedangkan dia diberhentikan sebagai ketua, lalu ada rapat internal untuk memilih ketua baru maka tidak ada keppresnya, sehingga tidak bisa dijadikan objek perkara di PTUN.”
Selain itu, kata Jimly, PTUN adalah peradilan hukum, sedangkan pelanggaran etik bukanlah perkara hukum. Oleh karena itu, Jimly kembali menegaskan bahwa gugatan Anwar Usman di PTUN salah alamat.
Sebelumnya, pada akhir 2023, Anwar Usman mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta dengan pokok gugatan meminta keputusan pengangkatan Suhartoyo sebagai ketua baru MK dinyatakan tidak sah.
Baca Juga: Momen Hakim MK Anwar Usman Beri Komentar ke Pemohon di Sidang Sengketa Pileg 2024
"Dalam pokok perkara, mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya, menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023, tentang pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028," demikian bunyi isi gugatan pokok perkara Anwar Usman.
Dalam keputusan MK yang digugat ipar dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi itu, terdapat putusan MKMK Nomor 2/MKMK/L/2023 yang menjatuhkan sanksi pemberhentian Anwar dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi.
Sumber : Antara, Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.