“Nggak bisa lagi kuper. Kalau dulu ketika zaman beliau, zaman para pendiri bangsa lainnya itu yang di belakang itu, fokus bagaimana merdeka, bagaimana merdeka, kita nggak mau lagi dijajah, sudah terlalu lama.”
“Tapi kalau kita sekarang kan dua, melihat keluar, yang namanya pertarungan di ajang politik luar negeri seperti apa, lalu dampaknya ke kita bagaimana,” tambahnya.
Ia kemudian menyampaikan bahwa posisi pngurus anak ranting merupakan pemimpin. Jika dari bawahnya sudah rusak, ia mempertanyakan negara ini akan dibawa ke mana.
“Anak ranting itu pemimpin. Nah kalau yang dari bawah saja sudah rusak, apa yang dikatakan dengan stansa dua itu, kita mau ke mana?”
“Nah, kalau yang ketiga itu kesadaran geopolitik, selamatlah rakyatnya, selamatlah putranya. Maksudnya apa? Keturunannnya, regenerasinya, pulaunya, lautnya, semuanya, apa nggak hebat,”tambahnya.
Lirik lagu pada ketiga stanza tersebut, menurut Megawati, merupakan pengejawantahan diri penciptanya, yakni Wage Rudolf Supatman.
Baca Juga: Wasekjen PDIP soal Pengusungan Anies di Pilkada Jakarta 2024: Keputusan di Ibu Megawati
“Itu kan berarti apa, itu adalah pengejawantahan apa yang ada di dalam diri Pak Wage Rudolf Supratman, ingin mengatakan, ‘Hey kamu, nanti yang jadi Bangsa Indonesia, beginilah negaramu itu’ masa sekarang kalian lupa. Ya ibu ngamuklah. Ngamuk saya.”
“Bayangkan, keselamatan bangsa dan negara ini mutlak dengan stansa ketiga. Kita tunggu kalian rakyat ndonesia, pemimpinnya dari presiden sampai yang paling bawah harusnya berjani apa? Agar Indonesia abadi,” bebernya.
Ia pun meminta agar mana yang terkandung dalam ketiga stanza itu tidak diubah-ubah karena itu merupakan pemikiran pejuang untuk generasi muda.
“Jangan diubah-ubah, ini bukan omongan saya, ini omongan pejuang yang namanya Wage Rudolf Supratman, bagi generasi muda Indonesia. Ya kalian itu lho, kan muda-muda itu wartawan, ngerti nggak? Jangan dirusak-rusak hanya karena berita,” katanya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.