Wahyudi pun menyatakan, sanksi administratif itu tidak akan efektif jika dialamatkan kepada para pejabat di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang bertanggung jawab dalam urusan itu.
"Mestinya yang melakukan fungsi itu ada di Kominfo. Akan tetapi Kominfo kan menjadi bagian dari penyedia pengelolaan data center. Jadi sanksi administratif sulit diterapkan secara efektif. Rasanya agak sulit mereka mau menghukum diri sendiri," ungkapnya.
Upaya lain yang bisa dilakukan untuk meminta pertanggungjawaban atas kejadian itu, lanjut Wahyudi, melalui pendekatan pidana.
Jika nantinya penegak hukum mengusut insiden itu, maka pihak-pihak yang lalai dan mengakibatkan hilangnya data-data strategis pemerintah bisa dimintakan pertanggungjawaban di hadapan hukum.
"Investigasi mendalam menjadi penting untuk menentukan apakah ada pelanggaran dalam Undang-Undang ITE. Undang-Undang PDP juga bisa diterapkan karena kan sudah berlaku," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menyebut, pelaku serangan siber meminta tebusan 8 juta dollar Amerika Serikat untuk membuka enkripsi sistem data PDN yang terinfeksi.
"Tadi Badan Siber dan Sandi Nasional (BSSN) konferensi pers di Kominfo. Ini serangan virus lockbit 302," ujar Budi Arie di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (24/6/2024).
Baca Juga: Usai Serangan Ransomware, Pemerintah Sebut Data PDNS 2 Tidak Bisa Disalahgunakan
Gangguan terhadap PDN mengakibatkan layanan keimigrasian di sejumlah bandara, termasuk Bandara Soekarno-Hatta, terganggu sejak Kamis (20/6/2024).
Peladen (server) PDN Sementara yang berada di Surabaya, Jawa Timur mengalami serangan siber perangkat lunak jahat dengan tebusan (ransomware).
PDN Sementara mengalami serangan brain chiper ransomware pengembangan terbaru bernama lockbit 3.0.
Sumber : kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.