JAKARTA, KOMPAS.TV - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mempertimbangkan eksepsi pemohon yakni pasangan calon nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan termohon dalam hal ini KPU yang menyinggung kewenangann MK.
Hakim MK Saldi Isra menjelaskan UU Pemilu telah mengelompokkan berkenaan dengan persoalan dan penegakan hukum dari tahapan pendaftaran, pemungutan suara hingga tahapan rekapitulasi hasil pemilu.
Semisal DKPP menangani perkara yang meliputi kode etik penyelenggaraan pemilu. Pelanggaran administrasi pemilu diserahkan kepada Bawaslu RI demikian juga dengan sengketa proses pemilu menjadi wewenang Bawaslu.
Jika peserta pemilu tidak mendapatkan putusan Bawaslu bisa diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Kemudian tindak pidana pemilu ditangani oleh Bawaslu RI, Kepolisian dengan Kejaksaan Agung yang tergabung dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
Terakhir masalah perselisihan hasil pemilu ditangani oleh Mahkamah Konstitusi.
Baca Juga: MK: Dalil soal Terjadi Intervensi Presiden dalam Perubahan Syarat Calon Tidak Beralasan Hukum
Dalam menangani perselisihan hasil pemilu, dalam UU MK dan Kekuasaan Kehakiman menggunakan frasa memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum sebagaimana frasa yang termaktup dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945.
Sedangkan dalam UU Pemilu menggunakan frasa hasil perhitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan capres dan cawapres.
Terlepas dari adanya perbedaan tersebut, sambung Hakim Saldi, kewenangan untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilu presiden dan wakil presiden tidak dapat dilepaskan dari kewajiban konstitusional MK sebagai peradilan konstitusi.
MK harus memastikan penyelenggaran pemilu tidak melanggar asas-asas pemilu yang bersifat langsung, umum bebas, rahasia, jujur, adil dan berkala sebagaimana ditentukan dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.