JAKARTA, KOMPAS.TV - Tim Hukum Nasional Anies-Muhaimin (AMIN) akan mengikuti sidang perdana perselisihan hasil Pemilu 2024 dengan agenda pemeriksaan pendahuluan atau penyampaian permohonan pemohon pada hari ini, Rabu (27/3).
Ada sembilan petitum yang dimohonkan Tim Hukum Anies-Muhaimin kepada hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
Di antaranya membatalkan keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota secara Nasional Dalam Pemilihan Umum Tahun 2024.
Menyatakan diskualifikasi Cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta Pilpres 2024, karena tidak memenuhi syarat usia sebagai pasangan calon peserta Pilpres 2024.
Membatalkan keputusan KPU Nomor 1632 tentang tentang Penetapan Pasangan Calon Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024.
Baca Juga: Respons Tim Hukum Anies dan Ganjar Usai Pengacara Prabowo-Gibran Sebut Gugatan Mereka Salah Kamar
Kemudian memerintahkan KPU untuk melaksanakan pemungutan suara ulang dalam Pilpres 2024 tanpa Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres.
Untuk meyakinkan hakim MK dalam mengabulkan seluruh permohonan tersebut, Tim hukum Anies-Muhaimin telah menjabarakan secara rinci dalil gugatannya.
Dalam permohonan MK membatalkan keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024, Tim Hukum AMIN menilai termohon yakni KPU sengaja menerima pencalonan Gibran meskipun mengetahui saat mendaftarkan berdasarkan putusan KPU 19 Tahun 2023, Gibran tidak memenuhi syarat.
Keabsahan proses pendaftaran Gibran sebagai Cawapres tanpa merevisi PKPU 19 Tahun 2023. Tindakan tersebut dinyatakan melanggara etika oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Baca Juga: "Perang Bintang" Advokat di Sidang Sengketa Pilpres, ini Daftar Pengacara di Kubu Anies, Prabowo
Selanjutnya dalam pertimbangan hukum DKPP putusan nomor 135 tahun 2023, seharusnya dalam rangka menindaklanjuti putusan MK Nomor 90 tahun 2023, KPU wajib terlebih dahulu merevisi PKPU 19 Tahun 2023. Namun hal tersebut tidak dilakukan dan di luar kewenangan KPU.
KPU justru mengeluarkan surat perihal tindak lanjut putusan MK yang pada pokoknya meminta partai politik peserta pemilu menjadikan putusan MK sebagai pedoman dalam tahapan pencalonan presiden dan wakil presiden.
KPU sengaja menerima pendaftaran Gibran dan melakukan verifikasi pendaftaran pada 25 Oktober 2023, padahal perubahan PKPU 19 Tahun 2023 baru selesai pada 3 November 2023.
"Dengan demikian proses penerimaan pendaftaran dan verifikasi dokumen bakal Cawapres atas nama Gibran oleh KPU masih menggunakan dasar hukum PKPU 19 Tahun 2023. Pasal 13 ayat (1) huruf q PKPU 19 Tahun 2023 menjelaskan syarat menjadi Capres dan Cawapres berusia paling rendah 40 tahun," tulis permohonan tersebut.
Putusan MK 90 Tahun 2023 merupakan awal dari adanya pelanggaran prinsip-prinsip konstitusi. Putusan MK yang menjadi dasar Gibran sebagai Cawapres berdampak pada perolehan suara yang dimiliki pasangan calon nomor urut 2.
Baca Juga: Anies-Muhaimin Minta Pilpres 2024 Diulang, Gibran: Misal Jagoannya Kalah, Apa Minta Diulang Lagi?
Hal ini dikarenakan Gibran merupakan anak kandung Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Tim Hukum Anies-Muhaimin juga menemukan tindak kecurangan yang dilakukan Presiden Jokowi untuk kepentingan elektoral anaknya melalui penyaluran Bansos.
Penyaluran dilakukan secara langsung oleh Presiden Jokowi, pemberian bantuan pangan juga tidak mengacu data Kementerian sosial.
Kecurangan-kecurangan lain seperti manipulasi DPT, surat suara yang tercoblos pada paslon nomor urut 2, TPS janggal membuat Pemilu tidak dilaksanakan dengan utuh dan optimal.
Setelah Gibran yang merupakan anak Presiden Jokowi diloloskan dan ditetapkan Cawapres, ada tren dan indikasi tidak terbantahkan bahwa presiden, menteri dan perangkat desa meningkatkan intensitas dan aktivitas serta mensosialisasikan dukungan secara langsung ataupun tidak langsung. Terbuka atau tidak kepada Paslon nomor urut 2.
Tim Hukum AMIN menilai hasil perolehan suara tidak dapat digunakan untuk menetapkan pemenang Pilpres karena ada pelanggaran yang dilakukan termohon dalam hal ini KPU yang meloloskan Gibran.
Tim Hukum juga meminta agar Pemilu dapat berjalan jujur, adil dan demokratis dengan menempatkan pasangan nomor urut 1 dan 3 dalam tahapan pemilu putaran kedua.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.