Lebih lanjut, guru besar dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu menyebut, pihaknya tidak bisa menyidangkan 93 orang sekaligus karena terlalu banyak.
Di sisi lain KPK, lanjut Syamsuddin, Dewas KPK juga tidak bisa menyidangkan mereka satu per satu.
“Klaster itu tuduhannya sama, yang membedakan itu, apa namanya, jumlah siapa dapat dari siapa itu,” kata Syamsuddin.
Sebelumnya, anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi atau Dewas KPK Albertina Ho mengungkapkan perkiraan nilai pungutan liar atau pungli di Rumah Tahanan (Rutan) KPK mencapai Rp6,148 miliar.
"Jadi, teman-teman menanyakan totalnya berapa? Saya tidak bisa menyatakan yang pasti, tetapi sekitar Rp6,148 miliar sekian itu total kami di Dewas," kata Albertina di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta Selatan, Senin (15/1/2024).
Baca Juga: Dewas Gelar Sidang Etik Pegawai KPK yang Diduga Terlibat Pungli di Rutan Senilai Rp 6,1 M
Albertina menjelaskan nominal yang diduga diterima para pihak terkait perkara pungli tersebut bervariasi, dengan penerimaan terbesar mencapai Rp504 juta.
"Lalu kalau kita hubungkan dengan uang-uang yang diterima itu paling sedikit itu menerima Rp1 juta, dan yang paling banyak menerima Rp504 juta sekian itu yang paling banyak," ujar Albertina.
Adapun pemeriksaan oleh Dewan Pengawas KPK menemukan ada 93 pegawai KPK yang diduga terlibat dalam perkara pungli di Rutan KPK.
Sebanyak 93 pegawai lembaga antirasuah itu akan berhadapan dengan Majelis Sidang Kode Etik Dewan Pengawas KPK pada Rabu, 17 Januari 2024.
Albertina mengatakan sidang kode etik itu akan terbagi dalam sembilan berkas, masing-masing enam berkas untuk 90 orang dan tiga berkas lainnya masing-masing untuk satu orang.
"Kasus pungli rutan ini dibagi dalam enam perkara yang akan disidangkan segera dan ada tiga lagi yang akan disidangkan setelah perkara ini. Jadi, kita bagi dalam sembilan berkas karena yang terlibat cukup banyak ada 93 (orang)," katanya.
Baca Juga: Dewas KPK: Jumlah Pungli di Rutan Capai Rp6 Miliar Sejak 2021
Albertina mengatakan pemisahan berkas sidang etik itu dilakukan karena penerapan pasal kode etik yang berbeda. Namun, dia tidak menjelaskan lebih lanjut soal pasal yang diterapkan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.