JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Nasional (Komnas) Perempuan menganggap kasus suami yang memutilasi istrinya di Kota Malang, Jawa Timur sebagai femisida. Apa itu femisida?
"Dalam perspektif hak asasi perempuan, pembunuhan seperti kasus tersebut sebagai femisida yaitu pembunuhan karena gendernya dan merupakan puncak kekerasan berbasis gender lainnya," kata Anggota Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi, Kamis (4/1/2024), dikutip dari Antara.
Siti Aminah Tardi menyatakan bahwa pembunuhan terhadap perempuan dapat dianggap sebagai femisida jika memenuhi beberapa unsur, seperti pembunuhan karena adanya unsur kebencian atau kontrol terhadap perempuan.
Baca Juga: Sosok James, Suami yang Tega Mutilasi Istri di Malang: Dikenal Antisosial dan Kerap Lakukan KDRT
Selain itu, Siti menjelaskan bahwa pembunuhan terhadap perempuan dapat dikategorikan sebagai femisida apabila memenuhi sejumlah unsur, antara lain kebencian dan kontrol atas perempuan.
Lalu ada penghinaan terhadap tubuh dan seksualitas perempuan, kekerasan dilakukan di hadapan anak korban atau anggota keluarga lainnya, atau pembunuhan dilakukan sebagai akibat dari eskalasi kekerasan, baik secara seksual maupun fisik.
"Ada sejarah ancaman pembunuhan terhadap korban, terdapat ketidakseimbangan kekuasaan antara pelaku dan korban, baik usia, ekonomi, pendidikan, maupun status," papar Siti.
"Adanya perlakuan terhadap tubuh korban ditujukan untuk merendahkan martabat korban, seperti mutilasi, pembuangan, ketelanjangan," imbuhnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, seorang suami berinisial JM (61) membunuh dan memutilasi isrinya, NMS (55) pada Sabtu (30/12023) di Malang, Jawa Timur. Diduga, JM tega menghabisi nyawa istrinya lantaran masalah rumah tangga.
Baca Juga: Kisah Cinta Pasutri James dan Made Sutarini yang Berakhir Mutilasi, Awalnya Bertemu di Rumah Sakit
Usai membunuh dan memutilasi istrinya, JM menyerahkan diri ke polisi pada Minggu (31/12/2023).
Melansir laman resmi Komnas Perempuan, femisida adalah pembunuhan terhadap perempuan yang didorong oleh kebencian, dendam, penaklukan, penguasaan, penikmatan dan pandangan terhadap perempuan sebagai kepemilikan.
Femisida muatannya berbeda dari pembunuhan biasa karena mengandung aspek ketidaksetaraan gender, dominasi, agresi atau opresi. Femisida bukanlah kematian sebagaimana umumnya, melainkan produk budaya patriarkis dan misoginis dan terjadi baik di ranah privat, komunitas maupun negara.
Berdasarkan data PBB, 80% dari pembunuhan terencana terhadap perempuan dilakukan oleh orang terdekatnya. Kendati femisida meningkat di Indonesia, dari segi jumlah maupun bentuknya, belum mendapat perhatian serius, masih dipandang sebagai tindakan kriminal biasa.
Baca Juga: Pengorbanan Sutarini Ingin Cerai dari James sejak Lama, Bertahan demi Anak Malah Berakhir Dimutilasi
Istilah "femisida" bukanlah sesuatu yang baru dan telah diakui dalam Deklarasi Wina Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 26 November 2012.
Dalam deklarasi tersebut, femisida didefinisikan sebagai pembunuhan perempuan dan gadis karena gender mereka.
Fenomena ini semakin marak terjadi di seluruh dunia tanpa hukuman setimpal pada pelakunya.
Melansir United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), berikut adalah 11 jenis femisida sesuai dengan Deklarasi Vienna:
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.