Indikasi kejanggalan lainnya, yakni kelima apabila pihak perbankan meragukan informasi data diri nasbah, seperti dugaan penggunaan KTP palsu.
Lebih lanjut, Yunus menyebut, keenam apabila nasabah menolak memenuhi data diri secara lengkap dan akurat juga dapat diindikasikan transaksi mencurigakan.
"Ini biasanya sering menolak orang-orang penyelenggara negara biasanya, orang-orang terhormat itu yang biasanya menolak. Kalau orang-orang biasa tidak berani,” jelas Yunus.
Diberitakan sebelumnya, PPATK melaporkan terdapat transaksi-transaksi mencurigakan terkait pemilu hingga triliunan rupiah.
Transaksi itu diduga dari sumber-sumber ilegal untuk mendanai kampanye Pemilu 2024.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyebut pihaknya sudah melaporkan dugaan ini kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu.
“Sudah kami sampaikan beberapa transaksi terkait dengan angka-angka yang jumlahnya luar biasa. Saat ini kami masih menunggu respons dari Bawaslu dan KPU,” kata Ivan kepada media di Jakarta, Kamis (14/12).
Ivan mengatakan pihaknya akan terus mengawasi transaksi yang berkaitan dengan Pemilu.
“Pada prinsipnya kita ingin kontestasi dilakukan melalui adu visi-misi bukan kekuatan ilegal, apalagi yang bersumber dari sumber ilegal,” ujarnya.
Ivan mengungkap naiknya laporan transaksi mencurigakan yang diduga berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang dalam kampanye Pemilu 2024.
Menurut penjelasannnya, laporan transaksi tersebut naik 100 persen, mulai Juli 2023 lalu.
“Kita lihat transaksi terkait dengan Pemilu masif sekali laporannya ke PPATK. Kenaikan lebih dari 100 persen. Di transaksi keuangan tunai, transaksi keuangan mencurigakan, ini kita dalami,” ujarnya.
Baca Juga: Ma'ruf Amin Minta Dugaan Transaksi Janggal Pemilu Diusut Tuntas: Masyarakat Berhak Tahu
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.