Baca Juga: Kominfo Surati KPU, Minta Klarifikasi soal Dugaan Kebocoran Data Pemilih di Pemilu 2024
Akun anonim itu mengklaim telah mendapatkan data pribadi di antaranya nomor induk kependudukan (NIK), nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir, tempat lahir, status pernikahan, alamat lengkap, RT, RW, sampai kode kelurahan, kecamatan dan kabupaten serta Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Jimbo menawarkan data yang diduga hasil peretasan tersebut di situs gelap dengan harga 74.000 dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp1,2 miliar.
Dalam unggahan di situs gelap itu, "Jimbo" juga mengaku menemukan lebih dari 204 juta data unik, tepatnya 204.807.203 data.
Angka tersebut hampir sama dengan jumlah pemilih dalam DPT KPU yang mencapai 204.807.222 pemilih dari 514 kabupaten/kota di Indonesia dan 128 negara perwakilan.
Atas peristiwa tersebut, Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia tegas menyatakan KPU bersalah atas dugaan kebocoran data pemilih.
Baca Juga: Menkominfo Budi Arie Ungkap Motif Pelaku Dugaan Pencurian Data DPT Pemilu 2024
Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis menjelaskan, Undang-Undang (UU) Nomor 27 tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP) menyebut pengelola data dinyatakan bersalah saat data yang dikelolanya diretas.
"Di UU PDP itu amanatnya kita nggak mau tahu itu dicolong oleh siapa, itu bagian berikutnya, tapi bahwa sampai kecolongan ini harus tanggung jawab KPU ini. Jadi ya dalam hal ini, yang salah adalah KPU," ucap Abdul Kharis saat menjadi pimpinan rapat DPR dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Rabu (29/11/2023).
"Langsung kita harus bisa mengatakan, yang salah adalah KPU sebagai pengelola data Pemilu ya, kalau mengikuti UU PDP," tegasnya dikutip dari tayangan Breaking News KompasTV.
Sumber : Kompas TV/Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.