JAKARTA, KOMPAS.TV - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai terdakwa Lukas Enembe serampangan dalam menyusun nota pembelaan atau pleidoi pribadinya.
Jaksa menyoroti pernyataan Lukas yang mengaku tidak ada suap dan gratifikasi seperti yang didakwakan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, terlebih para saksi yang dihadirkan dalam persidangan juga tidak mengetahui tindak pidana gratifikasi yang dilakukannya.
Terkait hal ini, jaksa menyatakan dakwaan berupa penerimaan hadiah atau suap dan gratifikasi didasari oleh alat bukti yang sah.
Yakni berupa keterangan saksi, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa dengan dikuatkan barang bukti.
"Kami sadar jika terdakwa tidak memiliki background di bidang hukum untuk merumuskan argumentasi yuridis untuk menghubungkan analisa yuridis penuntut umum, sehingga terdakwa terkesan serampangan dalam menyusun pembelaan pribadinya," kata jaksa saat membacakan replik di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (25/9/2023).
"Terdakwa hanya berpatokan seolah-olah tidak ada saksi yang langsung menerangkan terdakwa menerima suap gratifikasi, sehingga menyimpulkan tidak pernah ada peristiwa suap dan gratifikasi tersebut," sambungnya.
Jaksa kemudian menyinggung penasihat hukum Lukas Enembe terkait pengetahuannya soal Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Penasihat hukum terdakwa mungkin lupa atau pura-pura lupa bahwa di dalam pasal 184 ayat 1 KUHP yang dimaksud alat bukti tidak hanya keterangan saksi dan terdakwa tetapi ada alat bukti surat, dan petunjuk serta keterangan ahli," jelasnya.
"Jika terdakwa dan penasihat hukumnya mau dan mampu melihat serta menghubungkan alat bukti yang penuntut umum hadirkan di persidangan secara menyeluruh atau holistik dan bukan melihat secara parsial di mana hanya mengambil keterangan yang menguntungkan terdakwa saja," ujar jaksa.
Baca Juga: Lukas Enembe Minta Asetnya yang Disita KPK Dikembalikan: Termasuk Emas Saya
Jaksa mengatakan jika Lukas Enembe dan penasihat hukumnya mau melihat dan menghubungkan alat bukti yang dihadirkan di persidangan secara menyeluruh, akan tampak aliran uang dari Piton Enumbi, Rijatono Lakka, dan Budi Sultan kepada terdakwa.
Selain itu, kata jaksa, akan tampak pula alasan pemberian hadiah dan perbuatan apa yang dilakukan Lukas Enembe untuk mewujudkan tindak pidana a quo.
Seperti diketahui, dalam pledoinya, Lukas Enembe mengeklaim dirinya adalah Gubernur Papua yang clean and clear atau bersih dan jelas.
Lukas awalnya menyinggung tuduhan dan dakwaan jaksa KPK yang menyebut dirinya memiliki Hotel Angkasa dan menerima gratifikasi dari Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka sebesar Rp1 miliar.
Lukas juga menyebutkan tuduhan menerima uang dari Rijatono sebesar Rp25,9 miliar, termasuk uang dari seorang pengusaha bernama Piton Enumbi senilai Rp10,4 miliar.
Untuk membuktikan dakwaan tersebut, menurut Lukas, sebenarnya tidak perlu meminta keterangan sampai 184 orang saksi dan empat ahli.
Sebab, kata dia, dari sekian banyak saksi yang diperiksa, hanya 17 saksi yang diajukan untuk memberikan keterangan di persidangan dan semuanya telah menerangkan tidak mengenal, dan tidak mengetahui tindak pidana gratifikasi yang dilakukannya.
Hal itu, menurut Lukas, karena dirinya memang tidak melakukan hal seperti yang dituduhkan. Dia pun menyebut dirinya sebagai gubernur yang bersih.
"Karena memang saya tidak melakukan seperti yang dituduhkan dan digembor-gemborkan selama ini. Saya adalah Gubernur Papua yang clean and clear," kata Lukas dalam pleidoinya yang dibacakan melalui kuasa hukumnya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (21/9).
Baca Juga: Lukas Enembe: Saya Gubernur Papua yang Clean and Clear
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.