Baca Juga: Soal Usulan Ganjil Genap 24 Jam di DKI Jakarta, Heru Budi: Akan Mempersulit Aktivitas Warga
Ia menerangkan, spirometri berfungsi untuk mengukur volume udara yang masuk dan keluar dari paru-paru. Sehingga jika ada masalah kesehatan akibat polusi udara bisa terdeteksi.
"Polusi udara bisa berkontribusi pada peningkatan kasus kanker paru-paru, tuberkulosis, penyakit paru-paru kronis, asma, dan pneumonia," kata Budi kepada media usai konferensi pers ASEAN Finance-Health Ministers Meeting, Kamis (24/8/2023).
Ia mengungkap, polusi udara telah menyebabkan kasus Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) naik 4 kali lipat hingga mencapai 200.000 orang.
"Di Jakarta sebelum pandemi COVID-19 sekitar 50.000 orang yang mengalami penyakit tersebut dan sekarang naik hingga 200.000 orang. Itu adalah akibat dari polusi udara," ujarnya.
Budi menegaskan, Kemenkes hanya bisa menangani dampak dari polusi udara. Ia meminta pihak lain terkait untuk bekerja sama mengurangi penyebab polusi. "Kemenkes bukan menangani penyebabnya, jadi posisi saya (Kemenkes) adalah mendorong agar sektor di hulu yakni sektor energi, transportasi, lingkungan hidup, supaya bisa mengurangi emisi partikel-partikel ini agar di hilir tekanannya berkurang," tuturnya.
Baca Juga: PNS di 4 Kementerian/Lembaga Ini Nikmati Kenaikan Gaji dan Tukin di 2024, Ada yang Naik 80 Persen
Di sisi lain, Budi menyebut polusi udara tak hanya dialami Jakarta. Tapi juga kota besar di negara lain. Sehingga polusi udara di Jakarta pasti bisa dikendalikan seperti yang dilakukan negara lain.
"Yang masih memberikan optimisme di kita adalah, polusi udara sudah terjadi di berbagai negara dan bisa dikendalikan," ucapnya.
China, misalnya, bisa mengatasi polusi udara dengan baik dan cepat menjelang pelaksanaan Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022.
Sumber : Antara, Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.