Sementara untuk di dalam kota dipimpin Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Keraton Yogyakarta menjadi pusat komando dan tempat persembunyian para gerilyawan.
Di sisi lain, Belanda saat itu menyebarkan informasi palsu di luar negeri yang mengatakan TNI telah hancur, sehingga mereka dapat menguasai Indonesia kembali.
Namun dunia dikejutkan dengan adanya serangan umum secara mendadak merebut kota Yogyakarta yang dilakukan ribuan gerilyawan yang dipimpin Letkol Soeharto pada 1 Maret 1949.
Serangan ini bertujuan untuk menunjukan bahwa TNI tidak hancur dan Negara Indonesia masih berdiri.
Serangan umum juga dilakukan para pejuang Kemerdekaan Indonesia di Surakarta.
Serangan dilakukan di bawah pimpinan Letnan Kolonel Ignatius Slamet Riyadi.
Penyebab serangan umum Surakarta adalah markas Kolonel Gatot Subroto yang hancur diserang Belanda.
Hal tersebut mengundang amarah para pejuang di Surakarta.
Baca Juga: Veteran Militer AS Divonis 55 Tahun, Terbukti Membunuh Imigran Afganistan Disertai Ujaran Kebencian
Serangan umum Surakarta melibatkan Gerilyawan TNI berjumlah sekitar 3.000 orang.
Pasukan tersebut menyerang markas tentara Belanda di Surakarta pada 7 Agustus 1949.
Namun puncak pertempuran terjadi pada 10 Agustus 1949 atau tepat sehari sebelum perintah gencatan senjata dilaksanakan pada 11 Agustus 1949.
Serangan umum di Yogyakarta dan Surakarta ini membuahkan hasil melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) dan pengakuan kedaulatan Republik Indonesia pada 27 Desember 1949.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.