JAKARTA, KOMPAS TV - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR) Hidayat Nur Wahid (HNW) mengatakan, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) sedang diuji sikap kenegarawanannya saat mengadili gugatan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Diketahui, kini Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sedang digugat di MK terkait batas minimal usia calon presiden dan calon wakil presiden dari 40 tahun menjadi 35 tahun.
"Jadi, prinsip kenegarawanan dan keadilan tersebut harusnya selalu ditegakkan oleh semua hakim MK terhadap siapa pun, baik terhadap warga biasa, keluarga pimpinan negara, baik terhadap Partai maupun non partai," kata HNW dalam keterangannya, Jumat (4/8/2023).
Baca Juga: Jokowi Sebut Tak Akan Intervensi soal Gugatan Batas Usia Minimal Capres-Cawapres di MK
Politikus PKS itu menyebut, sejumlah pihak menduga pengajuan uji materi tersebut bertujuan untuk memuluskan putra sulung Presiden Joko Widodo atau Jokowi Gibran Rakabuming Raka jadi pasangan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
“Sikap konsistensi MK ini kembali diuji, terkait syarat usia pimpinan negara, yang sebelumnya selalu dinyatakan MK sebagai open legal policy, harusnya kembali ditunjukkan oleh MK sebagai keputusan MK, untuk mengembalikan kepercayaan Rakyat Indonesia terhadap MK sebagai pengawal konstitusi yang independen, dan jauh dari kooptasi kekuatan dan kepentingan politik jangka pendek dari pihak manapun juga," ujarnya.
HNW menjelaskan, sikap konsistensi ini perlu ditunjukkan sebagai bentuk kenegarawanan dan penerapan prinsip keadilan.
Sebab, ada suara dan dugaan kuat di masyarakat bahwa pengujian usia capres atau cawapres yang baru dilakukan belakangan ini, karena adanya kepentingan politik pragmatis.
"Maka jangan sampai dugaan ini mendapatkan pembenaran, dengan ketidakkonsistenan MK dalam memutus perkara ini," katanya.
Selain itu, HNW juga menyoroti pernyataan DPR dan Pemerintah yang telah menyampaikan pendapatnya dalam persidangan perkara tersebut.
Padahal belum ada sikap resmi dari DPR dan Pemerintah yang mengkoreksi keputusan bersama pada bulan Januari 2023 yang lalu bahwa untuk Pemilu 2024 tetap mempergunakan UU Pemilu No 7 tahun 2017 yang antara lain mengatur soal ketentuan syarat usia minimal capres dan cawapres 40 tahun.
“Ini agak aneh. Apalagi biasanya DPR dan Pemerintah akan mengawal UU yang dibuatnya seperti UU Pemilu, saat diuji ke MK, dan meminta MK untuk menolak permohonan pengujian seperti itu."
"Tapi kali ini tidak sebagaimana lazimnya, di dalam pendapat DPR dan Pemerintah yang disampaikan di depan hakim MK, malah tidak ada kata/sikap menolak permohonan yang lazim dalam setiap pendapat DPR saat diberlakukan sidang uji materi di MK,” katanya.
Sebelumnya Pesiden Jokowi memastikan dirinya tak akan melakukan intervensi ihwal adanya gugatan batas usia minimal capres dan cawapres di MK.
Hal ini menjawab pertanyaan adanya ugaan uji materi batas usia minimal capres-cawapres untuk meloloskan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka menjadi pasangan Prabowo Subianto.
"Saya ndak mengintervensi," kata Jokowi saat kunjungi Pasar Parungkuda, Sukabumi, Jumat (4/8).
Sebagai informasi, terdapat tiga perkara di MK soal gugatan usia batas capres dan cawapres. Gugatan itu diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan sejumlah perseorangan warga negara Indonesia dengan Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023.
Baca Juga: Gugatan Usia Minimal Capres dan Cawapres untuk Loloskan Gibran? Jokowi: Jangan Beranda-andai
Selanjutnya, perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023 yang dimohonkan oleh Partai Garda Perubahan Indonesia (Partai Garuda), dan Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh sejumlah kepala daerah yang berusia di bawah 40.
Pemerintah dan DPR telah memberikan keterangan dalam proses uji materi UU Pemilu di MK tersebut. Keduanya memberikan sinyal untuk menyerahkan segala keputusan di tangan MK sendiri.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.