JAKARTA, KOMPAS.TV – Pakar hukum tindak pidana pencucian uang (TPPU) Yenti Garnasih, menyarankan pihak aparat penegak hukum (APH) untuk meminta hasil analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengungkap dugaan transaksi mencurigakan sebesar Rp300 miliar yang melibatkan mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) AKBP Tri Suhartanto.
Penjelasan Yenti tersebut disampaikan dalam dialog Kompas Petang, Kompas TV, Rabu (5/7/2023), dengan tema dugaan transaksi mencurigakan Rp300 miliar eks penyidik KPK.
“Transaksinya dicari dulu, minta laporannya, sekarang kan sudah penyelidikan kan boleh,” tuturnya.
“Kalau enggak salah PPATK sudah mengirimkan laporan LHA, analisisnya kepada penyidik Polri, dan KPK boleh juga minta, karena bekas penyidiknya kan.”
Jika berdasarkan hasil analisis tersebut diketahui bahwa transaksinya dapat dipertanggungjawabkan, maka tidak ada masalah.
“Kecuali ada masalah conflict of interrest itu ya enggak apa-apa dijelaskan saja. Tapi ketika tidak bisa dijelaskan, ya diproses tentu saja, ini demi kebaikan kita semua ya.”
Baca Juga: Eks Penyidik KPK, AKPB Tri Suhartanto Diperiksa Propam Terakit Dugaan Transaksi Rp 300 M
Mengenai pemeriksaan terhadap AKBP Tri Suhartanto, Yenti menyebut tiga lembaga penegakan hukum, yakni Polri, kejaksaan, maupun KPK bisa memeriksanya.
“Kali ini kan tiga lembaga itu bisa ya, hanya kita harus melihat jangan ada ego sektoral.”
Dalam dialog itu, Yenti juga menjelaskan bahwa yang terpenting pada kasus ini adalah bagaimana LHA atau laporan hasil analisis dari PPATK.
“Harusnya PPATK mempunyai catatan rekeningnya selama ini ya, karena kan PPATK itu didirikan ketika ada rezim antipencucian uang.”
“Pencucian uang itu intinya adalah transaksi yang mencurigakan, transaksi siapa pun yang tidak sesuai dengan profil, tidak sesuai dengan jumlah, dan ada kejanggalan-kejanggalan itu harusnya ditelisik sejak awal,” urainya.
Menurut Yenti, penegak hukum harus menuntaskan perkara ini, dan mencari tahu apakah benar bahwa sejak tahun 2018 transaksi mencurigakan itu sudah tidak ada.
“Klarifikasinya kan tidak seperti ini, sudah menyampaikan kepada KPK, tidak bisa seperti itu, karena masyarakat sudah terlanjur tahu, jadi harus dituntaskan.”
Penegak hukum, lanjut Yenti, juga bisa memeriksa sejumlah saksi maupun pihak-pihak yang sempat terlibat atau mengetahui bisnis yang dijalankan sebelum bergabung dengan KPK.
“Kan itu bisa dilihat semuanya ya. Kan nampak, kita memang alat bukti itu tidak hanya transaksi, bukan hanya rekening. Kalau ada bisnis seperti itu kan ada saksi-saksi, ada orang yang tahu bisnisnya dengan siapa.”
Namun, ia juga mempertanyakan kenapa Novel Baswedan baru membuka kasus dugaan transaksi mencurigakan itu pada saat ini.
Baca Juga: AKBP Tri Suhartanto Diperiksa Divpropam Polri Terkait Dugaan Transaksi Rp300 Miliar
“Kenapa juga Pak Novel baru-baru ini? Bukankah sama-sama dengan Pak Novel kan itu? Sama-sama polisi kan pada waktu itu. Harusnya kan tahulah. Kenapa baru sekarang juga.”
Sebelumnya Kompas.TV memberitakan, mantan penyidik senior KPK Novel Baswedan menyebut ada salah satu mantan penyidik KPK yang diduga melakukan transaksi hingga Rp300 miliar.
Novel mengatakan, transaksi tersebut mengacu pada hasil analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Laporan PPATK itu terhadap seorang pegawai KPK di penindakan dan itu nilainya transaksinya Rp300 miliar,” kata Novel dalam channel YouTube-nya seperti dikutip dari Kompas.com.
Dalam video itu, Novel tengah berbicara dengan mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (BW) terkait sejumlah kasus yang menjerat pimpinan KPK.
Novel menuturkan bahwa nilai transaksi keuangan itu lebih dari Rp300 miliar. Ia bahkan mendengar terdapat pihak yang menyebut jumlahnya hampir Rp1 triliun.
Menurut Novel, penyidik tersebut bertugas di KPK pada tahun-tahun terakhir atau di bawah kepemimpinan Firli Bahuri.
“Level penyidik di KPK berapa tahun lalu Mas?” tanya BW.
“Baru, baru,” timpal Novel.
“Pimpinan sekarang?” tanya BW lagi.
Novel menduga kuat, penyidik itu tidak melakukan transaksi seorang diri. Ia menduga terdapat orang di tingkat struktural yang turut terlibat.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.