JAKARTA, KOMPAS.TV - Mahkamah Konstitusi (MK) mengelar sidang uji materiel Pasal 1765, Pasal 1766, Pasal 1767, Pasal 1768 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
Uji materiel yang diajukan oleh Utari Sulistiowati (Pemohon I), dan Edwin Dwiyana (Pemohon II) menilai sejumlah Pasal dalam KUHPerdata tersebut yang menjelaskan mengenai bunga pinjaman bertentangan dengan UUD 1945.
Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan, Irawan Santoso selaku kuasa para pemohon menjelaskan KUHPerdata yang berlaku di Indonesia murni peninggalan produk hukum Hindia Belanda yang belum pernah sekalipun mengalami amandemen dan merupakan terjemahan asli Burgerlijk Wetboek (BW).
Menurut Irawan para pemohon menilai KUHPerdata masih mengandung sejumlah unsur yang dianggap tidak sesuai dengan adat ketimuran maupun kehidupan keagamaan di Indonesia yang berlandaskan Pancasila.
Selain itu, frasa "bunga" dalam Pasal 1765, Pasal 1766, Pasal 1767, dan Pasal 1768 murni peninggalan Hindia Belanda yang diambil dari Code Napoleon.
Baca Juga: Duduk Perkara Uji Materiil UU Pemilu di MK Terkait Wacana Sistem Pemilu Proporsional Tertutup
"Sehingga sangat tidak bersesuaian dengan semangat ekonomi Pancasila yang berlaku dengan asas mengutamakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," ujar Irawan dalam sidang terakhir, Selasa (4/7/2023), dikutip situs resmi MK.
Klausul "bunga" dalam pasal yang menjadi objek permohonan membuat tidak terjaminnya kemerdekaan para pemohon dalam kebebasan menjalankan agama Islam.
Kemudian sangat tidak berkeadilan karena berdampak bahwa pihak kreditur akan berada dalam posisi lemah (imperior) dan debitur dalam posisi superior.
"Mengingat dosa riba yang mengenai pihak berutang, yang mengutangkan, dan yang mencatatkan akan dianggap sebagai pelaku riba, maka sudah sepatutnya Majelis Hakim Konstitusi membatalkan objek permohonan a quo sehingga tidak tergolong dalam kelompok yang mengesahkan berlakunya riba bagi umat Islam di Indonesia," ujar Irawan Santoso.
Menanggapi permohonan pemohon, Hakim Konstitusi Arief Hidayat meminta pemohon untuk menguraikan kerugian konstitusional yang dialami apakah bersifat potensial atau aktual.
Baca Juga: Uji Materi soal Masa Jabatan Ketum Parpol Ditolak, MK Nilai Pemohon Tidak Serius
Sedangkan dalam alasan permohonan, Arief mengatakan cukup diuraikan mengenai pertentangan Pasal 1765, 1766, 1767, 1768 dengan Pasal 1 ayat (1) UUD.
"Anda menggunakan batu uji atau dasar pengujiannya Pasal 1 ayat (1) ini pertentangannya di mana?" uajr Arief dalam sidang.
Hakim Konstitusional lainnya, Manahan MP Sitompul menyatakan kedudukan hukum merupakan hal yang penting karena merupakan pintu masuk bagi pemohon.
Namun dalam hal permohonan pemohon tidak ada uraian yang jelas mengenai kerugian konstitusional.
"Jadi, harus diuraikan a,b,c,d,e,f ini kewenangan hak, kewenangan konstitusional yang diberikan UUD yang dirugikan karena berlakunya UU ini, kerugian yang dimaksud bersifat apa, spesifikkah, khusus, atau aktual, atau potensial," ujar Manahan.
Baca Juga: Begini Kata Pengamat Politik soal Masa Jabatan Ketum Parpol Digugat ke MK
Sebelum menutup persidangan Manahan menyebutkan pemohon diberi waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonannya. Perbaikan paling lambat diterima oleh Kepaniteraan MK pada Senin 17 Juli 2023.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.