JAKARTA, KOMPAS.TV - Presiden Joko Widodo telah mengirimkan Surat Presiden (Surpres) tentang Rencana Undang-undang (RUU) tentang Perampasan Aset Tindak Pidana pada 4 Mei 2023.
Rencananya draf RUU Perampasan Aset yang terdiri dari 7 bab dan 68 pasal yang disampaikan pemerintah ke DPR akan dibahas setelah masa reses.
Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan RUU Perampasan Aset secepatnya akan dibahas. Saat ini DPR masih dalam tahap pembicaraan mengenai mekanisme atau langkah-langkah setelah Surpres RUU Perampasan Aset diterima.
Peneliti Transparency International Indonesia, Alvin Nicola mengharapkan dalam pembahasan draf RUU Perampasan Aset di DPR dapat memuat lima hal penting.
Baca Juga: Puan Maharani Pastikan RUU Perampasan Aset Secepatnya Dibahas DPR
Pertama soal memperluas jalan hukum
Menurut Alvin selama ini penelusuran aset didasari tindak pidana awal. Diharapkan di RUU ini tidak hanya sebatas harus ada pembuktian di pidana asal. Sehingga jika tidak ada pidana asal, penelusuran aset yang tidak sesuai profil dapat dilakukan.
"Harapannya RUU ini harus memuat itu, soal pelacakan non-pidana. Sementara ini di draf RUU tahun 2015 ada," ujar Alvin saat wawancara eksklusif di program Ni Luh KOMPAS TV, Senin (15/5/2023) malam.
Kedua soal kewenangan negara untuk perampasan.
Menurut Alvin saat ini UU Tipikor maupun UU TPPU terbatas mengenai kewenangan negara soal penghentian transaksi, untuk soal perampasan tidak cukup termuat.
Baca Juga: Begini Mekanisme Penyitaan Harta Pelaku Kejahatan di RUU Perampasan Aset
Ketiga soal perluasan subjek.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.