JAKARTA, KOMPAS.TV - Seorang wanita bernama Fatimah Zahratunnisa, pemenang lomba menyanyi di Jepang, membagikan kisahnya ketika ditagih oleh Bea Cukai sebesar Rp4,8 juta untuk menebus piala kemenangannya yang dikirim dari negeri matahari terbit itu.
Fatimah membagikan kisahnya tersebut melalui media sosial Twitter. Kisah Fatimah itu pun akhirnya viral setelah menjadi perbincangan warganet.
Baca Juga: Ketika Risma Tak Tahu Bansos Beras PKH Diusut KPK: Pejabatnya Sudah pada Ganti, Saya Juga Bingung
Fatimah mengatakan bahwa peristiwa yang dialaminya tersebut terjadi pada 2015. Berawal ketika Fatimah mengikuti sebuah perlombaan menyanyi di Jepang bertajuk "Nodojuman The World".
Karena disiarkan oleh televisi Jepang Nippon Terebi (NTV), Fatimah menjelaskan bahwa ia sempat syuting untuk acara tersebut pada Agustus 2015.
Namun, acara tersebut baru disiarkan atau on air pada bulan Oktober 2015, bertepatan ketika masa student exchange Fatimah di Jepang berakhir.
Dalam acara tersebut, Fatimah keluar sebagai juara 1. Sebagai pemenang, Fatimah berhak mendapatkan hadiah berupa piala.
Lalu, karena piala tersebut tidak langsung dibawa pulang ke Indonesia, maka harus dikirim oleh pihak TV Jepang melalui kiriman paket luar negeri.
Baca Juga: Cerita Pegawai KPK Tak Sengaja Temukan 15 Belas Senpi dengan Peluru Tajam di Rumah Dito Mahendra
Sesampainya piala itu di Indonesia, betapa kagetnya Fatimah karena ditagih uang sebesar Rp 4,8 juta untuk menebus piala tersebut.
Tagihan tersebut bahkan juga sempat dikirimkan oleh pihak Bea Cukai ke rumah Fatimah yang berada di Bandung, Jawa Barat.
Karena merasa keberatan dengan tagihan tersebut, Fatimah memutuskan langsung mendatangi kantor Bea Cukai Bandung. Ia mengungapkan keberatannya atas tagihan tersebut.
Di kantor Bea Cukai Bandung, Fatimah bersikeras menolak untuk mengeluarkan uang sepeser pun untuk mendapatkan pialnya tersebut.
Alasannya saat itu, Fatimah mengaku masih mahasiswa biasa. Terlebih, ia tidak mendapat hadiah uang sama sekali dalam lomba tersebut kecuali hanyalah piala.
Baca Juga: KPK Tak Percaya Pakaian Mewah Anak Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono Hasil Endorse
"Saya enggak mau bayar sama sekali karena merasa kok enggak adil ya rasanya, aku persiapan semua sendiri, enggak ada sponsor, tapi kok enggak diapresiasi malah dimintain uang,” kata wanita yang biasa disapa Icha itu dalam Sapa Pagi Kompas TV, Selasa (21/3/2023).
Fatimah menambahkan bahwa dirinya harus berulang kali meyakinkan pihak Bea Cukai bahwa piala yang diraihnya itu adalah hasil perlombaan menyanyi di Jepang.
"Saya kasih penjelasan mereka bilang enggak percaya. Saya kasih lihat email hingga file pembelian tiket dan segala macam dalam bahasa Jepang mereka masih tak percaya,” ujarnya.
“Akhirnya saya kasih lihat (video) waktu saya menyanyi di Jepang dan saya memenangkan acara tersebut.”
Setelah diperlihatkan bukti tersebut, Fatimah mengaku malah disuruh menyanyi di kantor Bea Cukai tersebut sebagai pembuktian.
Baca Juga: Bea Cukai Gelar Razia di Pelabuhan Tanjunguban, Cegah Penyelundupan Pakaian Impor Bekas
“Karena pengen cepet ya udah akhirnya okelah saya nyanyi, tapi satu bait saja. Tapi waktu itu distop dulu, petugasnya manggil semua staf yang ada di ruangan untuk lihat saya menyanyi,” ucap Fatimah.
“Sudah kesal kita mau ambil hasil kerja keras sendiri, kok malah jadi bahan tontonan gitu. Tapi ya udah deh akhirnya aku nyanyi satu bait.”
Setelah Fatimah menyanyi untuk membuktikan bahwa ia juara pertama, ternyata urusan tidak langsung beres. Menurutnya, petugas Bea Cukai masih menawar harga memaksa Icha untuk tetap bayar. Tapi, lagi-lagi hal tersebut ditolak mentah-mentah oleh Icha.
“Stafnya ini beberapa kali tawar-menawar, ‘kalau begini gimana, kalau gini gimana biayanya’. Saya tetap keukeuh bilang enggak mau bayar,” kata dia.
Baca Juga: Diperiksa KPK, Kepala Bea Cukai Makassar Adhi Pramono Ngaku Rumah Mewah di Cibubur Milik Orang Tua
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto mengatakan ada ketentuan yang mengatur masuknya barang ke Indonesia dari luar negeri.
Kata dia, hal tersebut diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabean.
"Bahwa barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean diperlakukan sebagai barang impor dan terutang Bea Masuk, tak terkecuali barang hibah atau yang diberikan secara gratis," katanya kepada Kompas.com, Senin (20/3/2023).
Barang tersebut dibawa dengan mekanisme barang bawaan penumpang (personal-use) dan nilai barangnya tidak melebihi 500 dolar AS (Rp 7,7 juta), sesuai ketentuan PMK Nomor 203/PMK.04/2017 maka akan diberikan pembebasan Bea Masuk.
Tetapi, nominal barang yang melebihi 500 dolar AS maka terhadap nilai kelebihannya akan dikenakan Bea Masuk dan pajak impor.
"Dengan ketentuan tarif bea masuk flat sebesar 10 persen, PPN 11 persen, dan PPh 7,5 persen atau 10 persen sesuai jenis barang (dengan NPWP), 15 persen atau 20 persen sesuai jenis barang (jika tidak ada NPWP)," kata Nirwala.
Menurut dia barang yang dikirim melalui pos atau jasa pengiriman sesuai PMK 199/PMK.04/2019 dapat diberikan pembebasan bea masuk. Syaratnya adalah nilai barang maksimal 3 dolar AS (Rp 46.000). Namun, barang akan dikenakan bea masuk jika nilainya melebihi 3 dolar AS.
"Dikenakan Bea Masuk dengan tarif 7,5 persen dan PPN 11 persen untuk barang yang bukan merupakan produk tekstil, tas dan sepatu," ujarnya.
Sementara untuk barang yang berupa produk tekstil, tas dan sepatu maka dikenakan komponen berupa Bea Masuk dengan tarif sesuai komoditi barang, PPN 11persen dan PPh Pasal 22.
Barang yang masuk ke dalam daerah pabean diperlakukan sebagai barang impor dan terutang bea masuk. Juga berlaku untuk barang hibah atau yang diberikan secara gratis.
Namun, Bea Cukai dapat memberikan pembebasan sesuai ketentuan PMK 70/PMK.04/2012 pasal 25 ayat 1 antara lain pada huruf b untuk kondisi tertentu bagi barang impor. "Barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah untuk umum, amal, sosial, kebudayaan, atau untuk kepentingan penanggulangan bencana alam," bunyi pasal tersebut.
"Pembebasan hanya diberikan atas impor kiriman hadiah yang diperuntukkan oleh badan atau lembaga yang bergerak di bidang ibadah untuk umum, amal, sosial, atau kebudayaan," kata Nirwala. Terkait kasus yang menimpa Fatimah, Nirwala tidak menjawab alasan Bea Cukai menagih pajak piala hingga Rp 4,8 juta. Termasuk soal petugas yang diduga meminta pembayaran untuk piala tersebut.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.