Misalnya, presiden RI akan berahir masa jabatannya pada 20 oktober 2024, dan tidak ada pelantikan presiden yang baru berdasarkan mandat rakyat melalui suatu pemilu yang legitimasi.
“UUD 1945 tidak memberikan jalan keluar jika pemilu tidak dapat dilanksanakan tepat waktu, atau tidak ada presiden yang terpilih sesuai agenda pemilu yang telah ditetapkan ini akan menjadi suatu keadaan kebuntuan konstitusional."
"Ini sangat riskan, dan taruhannya terlalu mahal, itu salah satu dampak yang cukup serius jika mengikuti nalar dari putusan ini,” ujarnya.
Ia menambahkan, idealnya putusan perbuatan melawan hukum dalam sengketa perdata oleh pengadilan negeri tidak boleh berdimensi terhadap siklus serta agenda ketatanegaraan.
“Apalagi berkaitan dengan pelaksanaan agenda ketatanegaraan terkait sirkulasi kepemimpinan nasional yang tentunya berlandaskan pada hukum publik,” katanya.
Sebelumnya, PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap KPU yang dilayangkan partai tersebut pada 8 Desember 2022 dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.
Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU yang menetapkannya sebagai partai dengan status Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
Padahal, setelah dipelajari dan dicermati oleh Partai Prima, jenis dokumen yang sebelumnya dinyatakan TMS ternyata juga dinyatakan Memenuhi Syarat oleh KPU dan hanya ditemukan sebagian kecil permasalahan.
Baca Juga: Wakil Ketua MPR: Putusan PN Jakarta Pusat soal Tunda Pemilu Bertentangan dengan UUD 1945
Akibat kecerobohan itu, PN Jakarta Pusat menghukum KPU untuk menunda Pemilu.
"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," demikian bunyi putusan yang diketok oleh ketua majelis T Oyong dengan anggota Bakri dan Dominggus Silaban itu.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.