JAKARTA, KOMPAS.TV - Kepolisian RI sedang membangun kerja sama dengan beberapa negara di ASEAN untuk mempermudah pencarian para pelaku tindak pidana yang melarikan diri.
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menjelaskan saat ini tim dari Mabes Polri sedang berkeliling ke beberapa negara di ASEAN untuk mendorong terwujudnya kerja sama antar-kepolisian.
Diharapkan kerja sama yang disepakati antar negara ini dapat membantu aparat penegak hukum, seperti KPK dan Kejaksaan Agung dalam menangkap pelaku tindak pidana yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
"Mudah-mudahan ini bisa digunakan untuk membantu, melakukan penangkapan terhadap para pelaku atau buron yang saat ini berada di luar Indonesia. Khususnya di negara-negara yang saat ini bisa bentuk kerja sama police to police," ujar Kapolri saat jumpa pers di Istana Presiden, Selasa (7/2/2023).
Baca Juga: Begini Penjelasan Ketua KPK Firli Bahuri Soal Harun Masiku Masih Buron
Di kesempatan yang sama Ketua KPK Firli Bahuri menegaskan upaya menangkap para DPO pelaku tindak pidana korupsi terus dilakukan.
Dalam catatan KPK ada 21 orang masuk DPO, dari jumlah itu KPK telah menangkap 17 orang di antaranya.
Empat DPO KPK yang belum ditangkap dan sedang dalam pengejaran yakni Harun Masiku (HM). Mantan Caleg PDI Perjuangan ini masuk dalam DPO KPK sejak 29 Januari 2020.
Harun merupakan tersangka kasus dugaan suap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024.
Baca Juga: Respons Presiden Jokowi soal Harun Masiku: Itu Soal Teknis, Kalau Barangnya Ada Pasti Ditemukan
Kemudian mantan Bupati Mamberano Tengah Ricky Ham Pegawak (RHP), tersangka kasus suap dan gratifikasi sejumlah proyek di Kabupaten Mamberamo Tengah.
Selanjutnya Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos (PT), tersangka kasus korupsi pengadaan KTP-el.
Terakhir Kirana Kotama (KK), tersangka korupsi pengadaan Kapal SSV untuk Pemerintah Filipina Tahun 2014.
Firli menjelaskan dalam proses penangkapan DPO KPK ini ada permasalahan yang dihadapi. Salah satunya dalam kasus Paulus Tannos.
Baca Juga: [FULL] IPK Anjlok, Jokowi: Saya Tidak Pernah Beri Toleransi Kepada Pelaku Tindak Pidana Korupsi!
"Penangkapan terhadap seseorang harus berdasar hukum, dan ternyata pada saat melakukan upaya penangkapan nama yang bersangkutan sudah berubah. Awal namanya PT di saat dilakukan upaya penangkapan nama sudah berubah menjadi TTP. Ini menyulitkan kita," ujar Firli.
Meski begitu, Firli menegaskan langkah KPK dalam menangkap Paulus tidak berhenti. KPK sudah mendapatkan bukti bagaimana tersangka kasus korupsi KTP-el itu melakukan perubahan nama.
"Empat orang ini kita paham. Kita masih melakukan upaya kita untuk melakukan penangkapan yang bersangkutan," ujar Firli.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.