JAKARTA, KOMPAS.TV – Faldo Maldini, staf khusus Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), menilai para bakal calon presiden belum serius meyakinkan partai politik (parpol) untuk berkoalisi.
Faldo berpendapat, semua pimpinan atau bos parpol belum sepakat untuk mengusung kandidat yang sama.
“Saya kira capres belum serius yakinkan partai. Saya lihat spanduk Mas Anies, misalnya, ada yang wakilnya Pak Agus, ada yang wakilnya Pak Aher, ada juga yang Pak Syaikhu,” kata dia, melalui pesan singkat, Jumat (23/12/2022), seperti dilaporkan tim jurnalis KOMPAS TV.
“Semua ngerasa cocok. Bos parpol belum sepakat. Itu sumber masalahnya,” lanjut Faldo.
Baca Juga: Kesal Istana Dituduh Intervensi Pemilu, Jokowi: Karena Partainya Tidak Lolos, Langsung Tunjuk-tunjuk
Faldo juga menyebut, belum terbentuknya koalisi parpol, bukan merupakan tanggung jawab presiden.
Menurutnya, pertanyaan tentang belum terbentuknya koalisi parpol seharusnya ditanyakan pada parpol dan para kandidat yang akan berkompetisi.
“Kalau mau tau kenapa koalisi belum terbentuk, harusnya tanya bakal kandidat ini, serius mau maju atau tidak.”
“Kenapa mereka tidak berhasil? Tidak ada tanggung jawab Presiden, itu wewenang partai mengusulkan capres. Kalau bos parpol berhasil diyakinkan, ya tinggal daftar,” tuturnya.
Faldo menambahkan, tidak perlu menyalahkan pihak lain, dalam hal ini presiden terkait dengan belum tercapainya kesepakatan koalisi.
“Buruk muka, cermin dibelah. Ga bisa menari, lantai yang disalahkan.”
“Memang gampang menyalahkan Presiden. Semuanya salah Presiden, mudah bikin narasi begitu,” lanjutnya.
Sebelumnya, KOMPAS.TV memberitakan, Wasekjen DPP Partai Demokrat Renanda Bachtar menyebut Presiden Joko Widodo atau Jokowi harus netral dalam menyongsong agenda Pilpres 2024.
Kepala negara, kata dia, tak perlu takut disalahkan bila nantinya ada koalisi partai politik (parpol) yang gagal terbentuk.
Baca Juga: Bersuara soal Netralitas Istana di Pemilu 2024, Political Literacy: Jokowi Antisipasi Ragam Tuduhan
"Tak perlu Istana takut disalahkan, kecuali memang Istana merasa mencoba ikut-ikutan dalam mendorong atau menjegal koalisi atau capres-cawapres tertentu," kata Renanda kepada wartawan, Kamis (22/12).
"Tuduhan ini pun muncul bisa jadi, dikarenakan Presiden Jokowi yang seharusnya netral dan steril dalam urusan Pemilu malah sibuk memberikan endorsement kepada sejumlah tokoh yang diketahui akan maju sebagai capres," ujarnya.
Menurut dia, ini sulit untuk tidak dianggap sebagai sebuah intervensi. Sebab, keadaan seperti ini tidak pernah dilakukan presiden-presiden sebelumnya, termasuk Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY di akhir periodenya.
"Istana lebih baik fokus perbaiki ekonomi saja. Perbaiki nasib rakyat banyak yang susah."
"Banyak rakyat jadi miskin, atau tambah miskin, karena pandemi, dan belum bisa pulih sampai dengan sekarang. Banyak jadi pengangguran sejak pandemi, dan masih menganggur sampai sekarang," ujarnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.