Kompas TV nasional sosok

Sejarah 17 Desember: Ada Kelahiran Soe Hok Gie, Aktivis yang Tutup Usia di Puncak Gunung Semeru

Kompas.tv - 17 Desember 2022, 08:25 WIB
sejarah-17-desember-ada-kelahiran-soe-hok-gie-aktivis-yang-tutup-usia-di-puncak-gunung-semeru
Profil Soe Hok Gie seorang aktivis yang lahir pada tanggal 17 Desember dan meninggal pada 16 Desember (Sumber: Dokumentasi mapal UI via Tribunnews.com)
Penulis : Fransisca Natalia | Editor : Gading Persada

Melansir dari Kompas.com, dalam buku Soe Hok Gie...Sekali Lagi, Rudy Badil di artikel yang berjudul Antar Hok-Goe dan Idhan ke Atas, menceritakan perjalanan mereka saat mendaki gunung tertinggi di Pulau Jawa, Semeru.

"Gua akan ulang tahun tanggal 17 Desember, artinya hari Rabu yang jatuh lusa itu, besok kan Selasa tanggal 16 Desember. Gimana ya, seharusnya gua mau berulang tahun di tanah tertinggi di Pulau Jawa," ujar Gie diceritakan ulang oleh Rudy.

Mereka adalah Soe Hok Gie, Aristides, Herman Onesimus Lantang, Abdurrachman, Anton Wijana, Rudy Badil, dan dua anak didik Herman yakni Idhan Dhanvantari Lubis serta Freddy Lodewijk Lasut. 

Perjalanan di mulai dari Stasiun Gambir pada 12 Desember 1969, tepatnya di hari lebaran kedua. 

Rudy bercerita, kala itu Gie yang berjalan dengan Tides memilih istirahat sendirian di tepian lereng jelang puncak Semeru. Gie duduk termenung dengan gaya khasnya, duduk dengan lutut terlipat ke dada dan tangan menopang dagu.

Kepada Rudy, Gie menitipkan batu dari Semeru untuk dibawa pulang.

"Nih, gue titip ya, ambil dan bawa pulang batu Semeru, batu dari tanah tertinggi di Jawa. Simpan," kata Gie.

Rudy kemudian memilih melanjutkan perjalanan ke Recopodo. Tak lama kemudian Wiwiek juga bertemu dengan Gie di lokasi yang sama.


 

Pada Wiwiek, Gie menitipkan sejumput daun cemara yang dipetiknya di kemah darurat.

Di perkemahan darurat itu, Rudy bersama beberapa rekannya menunggu rombongan lain yang belum datang, termasuk Gie.

Saat sore mulai temaram. Tiba-tiba Freddy Lasut anggota termuda datang dan berteriak jika Idhan dan Hok Gie kecelakaan.

Tides yang paling senior meminta Freddy untuk kembali ke atas dengan membawa senter. Entah beberapa puluh menit. Freddy berdua dengan Herman meluncur dari atas.

Herman pun mengatakan Hok Gie dan Idhan meninggal. Mereka berdua sempat kejang sebelum menghembuskan napas terakhirnya.

Malam itu mereka berenam menginap di tenda darurat. Keesokan harinya, Herman dan Freddy kembali ke lokasi Soe Hok Gie dan Idhan untuk memastikan kondisi kedua rekannya.

Soe Hok Gie dan Idhan meninggal dunia sejak Selasa sore. Tubuh Hoek Gie tetap di puncak Semeru di hari ulang tahunnya yang ke-27.

Jasad Soe Hok Gie berdampingan dengan Idham Lubis di tanah tertinggi di Pulau Jawa hampir selama seminggu.

Senin, 22 Desember 1969. Rombongan menjemput jenazah Soe Hok Gie dan Idhan di puncak Semeru. Saat ditemukan, jenazah keduanya masih bagus dan tak ada bekas gangguan apapuan.

Dengan balutan kain tebal, jenazah mereka berdua dievakusi ke bawah secara bergantian dengan melewati medan yang berat. Herman ikut dalam rombongan tersebut. Pada Selasa, 23 Desember 1969 dini hari, rombongan tiba di Ranu Pane.

Baca Juga: Kisah Almarhum Herman Lantang, Sahabat Soe Hok Gie yang Pernah Marah Kepada Istana

Selasa pagi, jenazah keduanya sampai di Gubuk Klalah dan dibawa ke Jakarta untuk disemayamkan.

Soe Hok Gie pernah berpesan, jika dia meninggal sebaiknya mayatnya dibakar dan abunya disebarkan di gunung.

Dengan pertimbangan tersebut akhirnya tulang belulang Gie dikremasi dan abunya disebar di puncak Gunung Pangrango.

Salam buku hariannya Soe Hok Gie pernah menuliskan:

“Seorang filsuf Yunani pernah menulis … nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tetapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.”



Sumber : Kompas TV/Berbagai sumber



BERITA LAINNYA


Opini

Anima Mundi

8 Juli 2024, 23:00 WIB

Close Ads x