CIANJUR, KOMPAS.TV- Sawah merupakan satu dari tempat aman saat terjadi gempa. Tapi sebagian petani di Cianjur, Jawa Barat, justru mengaku enggan ke sawah dengan alasan trauma gempa yang terjadi delapan hari lalu. Gempa itu dilaporkan menewaskan lebih dari 320 orang.
Saat ini mayoritas petani di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, enggan kembali menggarap sawah karena masih sering terjadi gempa susulan. Namun ada juga beberapa petani yang memberanikan diri kembali ke sawah, yang merupakan sumber penghasilan mereka. Salah satunya adalah Abad Badrudin (72), yang tinggal di Desa Limbangan Sari, Kecamatan Cianjur.
"Kalau dibilang takut sama gempa, ya masih takut. Tapi kan sawah ini sudah jadi kebutuhan (mata pencarian) saya," kata Abad seperti dikutip dari Antara, Rabu (30/11/2022).
Abad sudah 25 tahun berprofesi sebagai salah satu petani penggarap lahan kas desa di wilayahnya. Ia bekerja di sawah mulai pukul 07.00 hingga 12.00 WIB setiap hari.
Baca Juga: Tak Perlu ke Lokasi Bencana, Ini Daftar Posko Terpusat untuk Salurkan Bantuan Korban Gempa Cianjur
Tempat tinggalnya di RT2 RW11 Desa Limbangan Sari telah hancur diterjang gempa berkekuatan magnitudo 5,6 pada 21 November 2022. Hari ini ia memberanikan diri kembali memperbaiki saluran air di areal sawah yang sempat rusak diguncang gempa.
"Kalau di rumah agak bosan juga memperbaiki rumah, karena uangnya belum ada," ujar Abad.
Abad sangat mengandalkan hasil panen padi jenis Cisadane dan Kongga yang baru ia tanam pada dua pekan terakhir
"Kalau sudah panen biasanya bisa sampai 17--25 ton. Kalau sudah dikemas dan diproduksi, mereknya Impari 32," ucapnya.
Petani lainnya di Kampung Rawacina, Desa Nagrak , Aang Nurahmat (49), masih memilih berada di pengungsian bersama belasan tetangganya yang juga berprofesi sebagai petani.
Baca Juga: Bantah Korban Gempa Tolak Bantuan, Kapolres Cianjur: Warga Sangat Butuh Bantuan
"Belum berani (kembali ke sawah). Hari ini saja gempanya masih ada, jadi tunggu dulu aman dan urusan rumah selesai dulu, baru kembali lagi ke sawah," tutur Aang.
Aang adalah salah satu petani penggarap yang sawahnya berada di zona patahan gempa. Lahan sawah seluas 400 meter per segi yang ia garap hancur.
"Untungnya, padi yang saya tanam masih masa pertumbuhan, belum siap panen, jadi tidak terlalu rugi," tambahnya.
Lahan sawah yang rusak di wilayah itu total mencapai 5 hektare lebih yang berada di pusat gempa. Situasi di lokasi tampak sepi dari aktivitas petani. Kepala Desa Nagrak Hendy Saiful yang dijumpai di kantor desa setempat membenarkan, mayoritas petani di wilayahnya belum berani kembali ke sawah.
Dari total luas desa 422 hektare, sebanyak 313 di antaranya merupakan lahan sawah garapan dan milik penduduk setempat yang dikelola swadaya. Selain ancaman gempa susulan, kata Hendy, areal sawah yang terletak di dataran tinggi itu juga rawan dengan angin puting beliung.
Baca Juga: Cerita Relawan Tak Bisa Optimal Salurkan Air Bersih Karena Macet di Lokasi Gempa Cianjur
"Selain khawatir gempa, petani di sini ada yang sempat terlempar angin puting beliung saat gempa terjadi. Mereka masih trauma dan memilih tetap ada di rumah atau tenda pengungsian," kata Hendy.
Sementara itu, aktivitas belajar mengajar di wilayah Cianjur masih dihentikan. Seluruh siswa masih belajar di rumah hingga batas waktu yang belum ditentukan.
"Soalnya masih ada gempa susulan, jadi biar aman suruh libur dulu sekolahnya," kata seorang ibu rumah tangga bernama Bisma, saat dihubungi Kompas TV (30/11).
Bisma tinggal di Kecamatan Gekbrong, Cianjur. Saat gempar bermagnitudo 5,1 terjadi, rumahnya retak sedikit. Namun retakan itu jadi makin besar saat gempa susulan terjadi keesokan harinya, dengan kekuatan 4,1 magnitudo.
Baca Juga: Polisi Berlakukan Buka Tutup Jalur Menuju Lokasi Bencana Gempa Cianjur
"Sempat mengungsi ke rumah mertua, tapi sekarang udah balik lagi," ucapnya.
Rumah Bisma berjarak 7 kilometer dari pusat gempa di Cugenang. Menurutnya, aktivitas masyarakat di wilayahnya sudah kembali normal, kecuali untuk sekolah.
"Yang kerja enggak pernah libur. Beberapa juga sudah mulai nongkrong di warung kopi," tuturnya.
Bisma mengaku tak kesulitan mendapat pasokan sayuran. Harga-harga sayuran di pasar dekat rumahnya memang mengalami kenaikan, tapi tidak terlalu tinggi.
Sedangkan harga sembako tidak mengalami kenaikan.
"Bawang merah dan sayuran naik harganya, tapi enggak tinggi. Sekitar Rp1.000 aja. Soalnya pasukannya juga banyak datang dari daerah lain, juga tidak mengalami kenaikan. Bukan hanya dari dalam wilayah Cianjur," ungkapnya.
?
Sumber : Antara, Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.