JAKARTA, KOMPAS.TV - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie merespons operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kamis (22/9/2022) lalu yang berujung pada penetapan Hakim Agung Sudrajad Dimyati sebagai tersangka kasus suap.
Ia menilai Mahkamah Agung (MA) harus segera berkolaborasi dengan Komisi Yudisial (KY) untuk langsung memecat hakim agung yang terkena OTT, dan tidak perlu menunggu keputusan hukum berkekuatan tetap.
“Pelajaran selanjutnya, bagaimana ini bisa terjadi, pasti ada yang tidak beres dengan manajemen kerja di MA, seperti yang pernah terjadi di manajemen kerja di MK saat Akil Mochtar kena OTT KPK,” ujar Jimly, saat dihubungi Kompas.tv, Sabtu (24/9/2022).
Ia meminta MA segera mengevaluasi kerja internal terkait sistem yang dibangun dan manajemen kerja di dalamnya.
Baca Juga: Mahfud MD Ungkap Ada 2 Hakim Agung Terlibat Korupsi: Wajib Dihukum Berat!
Menurut Jimly, kasus OTT hakim agung mencerminkan amburadulnya sistem penegakan hukum. Artinya, perlu pembenahan secara sistemik dan bukan sebatas retorika, pidato, atau marah-marah.
“Bagaimana konsep pemerintahnya? Konsep MA, Kementerian Hukum dan HAM membenahi ini? Ini kan ada di wewenang negara,” ucapnya.
Jimly mendorong lembaga eksekutif mengambil langkah tegas dan tidak mendiamkan.
Baca Juga: 3 Hal yang Harus Dilakukan usai Hakim Agung Sudrajad Dimyati Terjerat Kasus Suap Menurut ICW
Sebelumnya diwartakan Kompas.tv, MA memberhentikan sementara Hakim Agung Sudrajad Dimyati usai ia ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan KPK terkait kasus dugaan suap penanganan perkara di MA.
Ketua Kamar Pengawasan MA Zahrul Rabain menyatakan pihaknya akan segera mengeluarkan surat terkait pemberhentian sementara tersebut agar tersangka fokus menjalani proses hukum.
"Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kalau atau jika aparatur pengadilan sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, maka MA akan mengeluarkan surat pemberhentian sementara terhadap aparatur tersebut guna menghadapi pemeriksaan yang sebaik-baiknya," ujar Zahrul dalam jumpa pers bersama KPK dan KY di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (23/9/2022).
Kronologi OTT KPK yang Akhirnya Jerat Hakim Agung
Hakim Agung Sudrajad Dimyati ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara di MA setelah KPK menggelar operasi tangkap tangan pada Kamis (22/9/2022) dini hari.
Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan, OTT tersebut berawal dari informasi penyerahan uang yang dilakukan pengacara Eko Suparno kepada Pegawai Kepaniteraan MA, Desy Yustria.
Informasi tersebut didapat KPK pada Rabu (21/9/2022) sekitar pukul 16.00 WIB.
Selang beberapa waktu, Kamis (22/9/2022) dini hari sekitar pukul 01.00 WIB, tim KPK kemudian bergerak dan mengamankan Desy di rumahnya beserta uang tunai sejumlah sekitar 205 ribu dolar Singapura.
Secara terpisah, tim KPK juga langsung mencari dan mengamankan pengacara Yosep Parera dan Eko Suparno yang berada di wilayah Semarang, Jawa Tengah guna dimintai keterangan.
"Para pihak yang diamankan beserta barang bukti kemudian dibawa ke Jakarta untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan di gedung Merah Putih KPK," ujar Firli saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (23/9/2022).
Firli menambahkan seorang pegawai MA, Albasri, datang ke gedung Merah Putih KPK dan menyerahkan uang tunai Rp50 juta. Uang tersebut diduga menjadi bagian komisi pengurusan perkara.
Adapun total jumlah uang yang berhasil diamankan sebesar 205 ribu dolar Singapura dan Rp50 juta.
Tersangka Kasus Suap Hakim Agung
"Berdasarkan hasil keterangan saksi dan bukti-bukti yang cukup maka penyidik menetapkan sebanyak 10 orang sebagai tersangka," ujar Firli.
Para tersangka tersebut yakni;
1. Sudrajad Dimyati (SD) selaku Hakim Agung MA.
2. Elly Tri Pangestu (ETP) selaku Hakim Yustisial atau Panitera Pengganti MA.
3. Desy Yustria (DY) selaku PNS pada Kepaniteraan MA.
4. Muhajir Habibie (MH) selaku PNS pada Kepaniteraan MA.
5. Redi (RD) selaku PNS MA.
6. Albasri (AB) selaku PNS MA.
7. Yosep Parera (YP), pengacara.
8. Eko Suparno (ES), pengacara.
9. Heryanto Tanaka (HT) selaku debitur koperasi simpan pinjam Intidana.
10. Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS) selaku debitur koperasi simpan pinjam Intidana.
Atas perbuatannya, HT, YP, ES dan IDKS sebagai pemberi suap, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf c UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan SD, DS, ETP, MH, RD dan AB sebagai penerima suap, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.