JAKARTA, KOMPAS.TV – Direktur Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menilai Partai Persatuan Pembangunan (PPP) justru belakangan ini menjauh dari salah satu basis konsituen mereka, yakni warga NU atau Nahdliyin.
Menurut Adi, hal itu terlihat ketika Suharso Monoarfa jadi ketua umum.
Hal ini juga, menurutnya, yang membuat kursi ketum PPP saat ini di bawah Suharso menjadi panas lantaran didesak mundur oleh sejumlah petinggi partai.
“Sejak Suharso jadi ketum PPP framing dan kesan PPP mulai agak menjauh dari basis pesantren mulai terlihat,” kata dia ketika dihubungi KOMPAS TV, Selasa (31/8/2022).
Sebagai informasi, Suharso terpilih jadi Ketum PPP pada 19 Desember 2020 ketika Muktamar IX PPP di Makassar. Ia didapuk menggantikan Romahurmuzy yang sebelumnya terseret kasus korupsi.
Adi lantas menjelaskan, narasi besar PPP harusnya dilakukan untuk kembali ke basis utama mereka, yakni warga muslim khususnya pesantren.
Apalagi, basis Nahdliyin juga besar dan tidak digarap oleh PPP.
Ia pun mengkritik soal PPP yang justru masuk isu milenial, harusnya harus memperkuat basis utama partai yang berdiri sejak 5 Januari 1973.
“Narasi besar PPP bukan bagaimana memperkuat basis dan penetrasi ke pesantren. PPP malah ikut-ikutan mainkan isu millennial,” paparnya.
Baca Juga: PBNU Buka Suara Polemik ‘Amplop Kiai' Suharso Monoarfa: PPP Harus Introspeksi
Padahal, kata Adi, ketika awal KH Yahya Staquf atau Gus Yahya menjadi Ketum PBNU, lantas ada friksi antara PBNU dan PKB beberapa waktu lalu, ada celah PPP untuk masuk sebagai alternatif.
Tapi sayangnya, kata Adi, justru hal ini dilakukan oleh PPP.
“Bahkan ketika PBNU berkonflik dengan PKB, PPP tak bisa memanfaatkan momen ini sebagai celah merebut basis nahdliyin," paparnya.
Baca Juga: Gejolak Internal PPP, Tiga Majelis Tinggi Kirim Surat Kedua Minta Suharso Monarfa Mundur
Adi pun menyebut, kini posisi Menteri PPP/Kepala Bappenas itu berada di ujung tanduk usai didesak petinggi partai untuk mundur akibat pidato amplop kiai.
"Pernyataan soal amplop merugikan sangat nerugikan PPP. Baik dari segi citra, kosntituen, simpatisan, dan sejumlah pengurus di daerah yang masih berafilisi dengan pesantren dan kyai," paparnya.
Ia pun menyebut, pidato ini adalah bentuk keseleo lidah yang efeknya besar bagi partai.
"Ini keseleo lidah yang cukup fatal. PPP ini basis konstituen besarnya ada di pesantren dan kyai. Suharso macam tak faham tradisi pesantren," paparnya.
Baca Juga: Didesak Mundur dari PPP, Suharso: Enggak Perlu Saya Respons, Enggak Terima Suratnya
Sebelumnya seperti diberitakan KOMPAS.TV, setelah melayangkan surat pertama minta Suharso Monaorfa mundur dari kursi Ketum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), tiga mejelis tinggi partai kirim kembali surat kedua untuk meminta mundur.
Surat kedua itu dilayangkan ketiga majelis yang terdiri dari Majelis Syariah, Majelis Kehormatan dan Majelis Pertimbangan setelah surat pertama tidak ditanggapi Monoarfa.
"Permintaan pengunduran ini kepada Saudara Suharso Monoarfa ini semata hanya untuk kebaikan kita bersama sebagai pengemban amanah dari pendiri PPP," demikian isi surat itu.
Tiga majelis itu terdiri dari Majelis Syariah, Majelis Kehormatan dan Majelis Pertimbangan.
Surat itu tertanggal 24 Agustus 2022, sedangkan surat pertama dilayangkan Senin 22 Agustus 2022.
Surat ditandatangani Ketua Majelis Syariah PPP KH Mustofa Aqil Siroj, Ketua Majelis Kehormatan PPP KH Zarkasih Nur, dan Ketua Majelis Pertimbangan PPP Muhamad Mardiono.
Para ketua majelis itu dalam surat itu menyebutkan, Monoarfa sebagai ketum mengabaikan surat pertama dengan tidak memberikan jawaban baik secara lisan maupun tertulis.
Pengunduran Suharso diyakini akan meredakan gejolak di kalangan masyarakat, terutama para habaib, kyai, danti, dan para pendukung PPP.
Adapun Suharso yang juga Menteri PPN/Kepala Bappenas itu pun menanggapi santai desakan agar dirinya mundur dari jabatan orang nomor satu di partai berlambang Ka'bah tersebut.
"Enggak perlu saya respons saya enggak terima suratnya,” kata Suharso kepada wartawan di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin, (29/8/2022).
Menurut dia, desakan agar dirinya mundur sebagai Ketua Umum PPP tidak sesuai dengan mekanisme partai.
“Itu enggak sesuai mekanisme aja,” ujarnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.