“Satgas-satgas khusus semacam ini merusak sistem diskresi.”
Karena, lanjut dia, surat perintah pembentukan satgassus menyebutkan bahwa kewenangan dari satgas khusus ini melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus-kasus psikotropika, narkotika, yang menjadi atensi pimpinan.
“Bukan yang menjadi atensi masyarakat. Nah kalau yang menjadi atensi pimpinan misalnya diintervensi, dialihkan, dihentikan, atau dipaksa dilanjutkan dengan rekayasa hukum tertentu, itu merusak kewenangan diskresi kepolisian.”
Dalam dialog yang sama, Hermawan Sulistyo, Kepala Pusat Kajian Keamanan Nasional Universitas Bhayangkara, mengatakan, setiap angota polisi memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan secara individual atas dirinya sendiri, atau diskresi.
Seharusnya, lanjut dia, semua anggota mengetahui hal ini secara universal. Yang menjadi masalah, menurut dia adalah tidak jelasnya batas-batas kewenangan diskresi.
“Apakah ada diskresional, kewenangan diskresi untuk kelembagaan? Nggak bisa, nggak bisa. Kalau misalnya seorang pimpinan, manager, menggunakan kewenangan diskresi pribadinya pada institusinya, nggak bisa. Ini yang terjadi.”
Baca Juga: Istri Ferdy Sambo Belum Beri Keterangan soal Dugaan Pelecehan, Komnas Perempuan: Masih Trauma
“Lalu, kenapa nggak bisa? Lha kalau disalahgunakan, misalnya kewenangan diskresi kan secara indiividual menembak atau tidak, itu nggak ada komandannya. Perintah komandan itu nggak ada,” lanjutnya.
Ia menambahkan, komandan dari polisi adalah hukum.
Selama ini, lanjut dia, pengetahuan untuk menentukan batas-batas ini belum pernah ada.
“Jadi ke depan tugas polisi adalah mendidik, mulai dari yang paing bawah, sampai persiapan jenderal, memberikan llingkup batasan tentang diskresi ini.”
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.