JAKARTA, KOMPAS.TV - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menilai pemblokiran sejumlah situs dan aplikasi yang tidak mendaftarkan diri ke Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) merupakan tindakan yang sewenang-wenang dan berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM).
Pengacara publik di LBH Jakarta, M Fadhil Alfathan mengungkapkan, sejatinya jika berbicara soal diskursus HAM dalam konteks kebebasan berinternet dan kaitannya dengan berbagai varian hak lainnya, memang dikenal adanya pembatasan HAM.
Namun, dalam pembatasannya, kata dia, harus memenuhi kaidah-kaidah pembatasan, salah satunya diatur dalam undang-undang.
"Pada dasarnya pembatasan tidak dapat dilakukan sekadar pembatasan, namun ada hal-hal yang harus diikuti misalnya, tujuannya jelas ada legitimasi, kemudian harus diatur oleh undang-undang itu ditegaskan juga di Pasal 28J konstitusi kita," kata Fadhil dalam program Kompas Petang Kompas TV, Minggu (31/7/2022).
"Yang jadi masalah di sini, pembatasan dilakukan pada level Peraturan Menteri yang bertentangan dengan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945."
Diketahui, pasal tersebut mengharuskan perumusan cakupan pengurangan hak, hanya mungkin dilakukan melalui pengaturan dalam undang-undang dan bukan peraturan teknis setingkat Peraturan Pemerintah, apalagi Peraturan Menteri.
"Kenapa harus diatur di level undang-undang? Karena asumsinya, ketika diatur di level undang-undang, akan ada check and balance di situ antara pemerintah pusat, DPR, ada pelibatan aktif masyarakat," ujar Fadhil.
"Jadi asumsinya semua pihak sudah memberikan kesepakatannya dalam proses perumusan yang partisipatif dan demokratis."
Baca Juga: Kementerian Kominfo Klaim Ratusan PSE sedang Proses Pendaftaran, Termasuk Google dan STEAM
Seperti diketahui, kewajiban pendaftaran sebagai PSE ini sesuai dengan regulasi yang tertuang pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2022 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat.
"Jadi yang kami tidak sepakati ini dilakukan pada level Permen (Peraturan Menteri, red) yang mana itu jelas bertentangan dengan konstitusi kita dan kaidah-kaidah prinsip HAM internasional," tegasnya.
Sehingga, menurut Fadhil, pemblokiran situs dan aplikasi yang tidak mendaftarkan diri sebagai PSE ini merupakan pembatasan sewenang-wenang yang sama dengan pelanggaran HAM.
"Kami menekankan ini bentuk pembatasan yang sewenang-wenang tidak berdasarkan kaidah-kaidah hak asasi manusia," ungkapnya.
"Kami tentu mengapresiasi apabila ini memang ditujukan membangun mewujudkan ruang digital yang sehat dan menjamin HAM. Cuma itu tidak kami lihat dengan kebijakan ini."
Dia kemudian meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) khususnya Menkominfo Johnny G Plate untuk menyadari bahwa pemblokiran tersebut justru akan berdampak kepada potensi anak muda yang memiliki minat serta bakat menjadi gamer dan kreator konten.
"Masak harus dibunuh potensi mereka dengan cara pemberlakuan ketentuan-ketentuan yang menurut kami pembatasan sewenang-wenang atau pelanggaran HAM," tegasnya.
Sebagai informasi, beberapa situs dan aplikasi dengan traffic tinggi masih diblokir Kominfo karena tidak terdaftar resmi sebagai PSE, seperti, Yahoo, Epic Games, Steam, Dota, Counter Strike, Xandr.com, dan Origin (EA).
Tiga di antaranya, yaitu aplikasi game online, STEAM, DOTA, dan Counter Strike, sedang mengupayakan proses pendaftaran sebagai PSE.
Sedangkan dalam kasus Paypal, Kominfo telah mencabut blokir sementara hingga 5 Agustus supaya para pengguna dapat memindahkan uangnya.
Baca Juga: Kementerian Kominfo Klaim Ratusan PSE sedang Proses Pendaftaran, Termasuk Google dan STEAM
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.