Seperti diketahui, kewajiban pendaftaran sebagai PSE ini sesuai dengan regulasi yang tertuang pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2022 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat.
"Jadi yang kami tidak sepakati ini dilakukan pada level Permen (Peraturan Menteri, red) yang mana itu jelas bertentangan dengan konstitusi kita dan kaidah-kaidah prinsip HAM internasional," tegasnya.
Sehingga, menurut Fadhil, pemblokiran situs dan aplikasi yang tidak mendaftarkan diri sebagai PSE ini merupakan pembatasan sewenang-wenang yang sama dengan pelanggaran HAM.
"Kami menekankan ini bentuk pembatasan yang sewenang-wenang tidak berdasarkan kaidah-kaidah hak asasi manusia," ungkapnya.
"Kami tentu mengapresiasi apabila ini memang ditujukan membangun mewujudkan ruang digital yang sehat dan menjamin HAM. Cuma itu tidak kami lihat dengan kebijakan ini."
Dia kemudian meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) khususnya Menkominfo Johnny G Plate untuk menyadari bahwa pemblokiran tersebut justru akan berdampak kepada potensi anak muda yang memiliki minat serta bakat menjadi gamer dan kreator konten.
"Masak harus dibunuh potensi mereka dengan cara pemberlakuan ketentuan-ketentuan yang menurut kami pembatasan sewenang-wenang atau pelanggaran HAM," tegasnya.
Sebagai informasi, beberapa situs dan aplikasi dengan traffic tinggi masih diblokir Kominfo karena tidak terdaftar resmi sebagai PSE, seperti, Yahoo, Epic Games, Steam, Dota, Counter Strike, Xandr.com, dan Origin (EA).
Tiga di antaranya, yaitu aplikasi game online, STEAM, DOTA, dan Counter Strike, sedang mengupayakan proses pendaftaran sebagai PSE.
Sedangkan dalam kasus Paypal, Kominfo telah mencabut blokir sementara hingga 5 Agustus supaya para pengguna dapat memindahkan uangnya.
Baca Juga: Kementerian Kominfo Klaim Ratusan PSE sedang Proses Pendaftaran, Termasuk Google dan STEAM
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.