JAKARTA, KOMPAS.TV - Jauh sebelum Indonesia merdeka, sebelum Proklamasi Kemerdekaan dibacakan, sejumlah tokoh pernah merasakan pembuangan ke luar Jawa. Pembuangan itu sebagai bentuk hukuman, karena mereka menentang penjajah Belanda, baik melalui aktivitas politik, tulisan, atau pidato.
Salah satu yang merasakan pengasingan itu adalah Wakil Presiden pertama Mohammad Hatta, yang diasingkan ke Banda Neira, Maluku pada 1935. Sebelumnya, Hatta harus merasakan dinginnya penjara Glodok, Jakarta. Ia kemudian dipindahkan ke Boven Digul Papua, yang terkenal dengan malarianya.
Pada November tahun itu juga, sang proklamator dipindahkan ke Banda Neira. Di salah satu pulau terpencil itu, lelaki yang hobi membaca ini seperti terus menemukan semangatnya sebagai sosok yang tak pernah menyerah. Meski dalam kondisi serba terbatas, dia selalu membaca buku dan menulis.
Baca Juga: Kisah Mohammad Hatta, Sahur dengan Telur Jelang Proklamasi Kemerdekaan
Bahkan, berkat kemampuannya menulis, Hatta memiliki penghasilan yang dipergunakan untuk menyewa rumah. Hal itu tertulis dalam memoarnya, "Berjuang dan Dibuang, untuk Negeriku" terbitan KOMPAS tahun 2011.
Hatta menceritakan, dia harus pindah ke rumah kosong yang disewa 10 gulden sebulan. "Rumah yang akan kutempati itu adalah kepunyaan seorang keluarga Ambon yang tinggal di Makassar bernama Nanlohi," tulis Hatta (hal 178).
Mulanya, rumah itu mereka tempati. Namun, saat pergi ke Makassar, rumah itu disewakan kepada seorang juru rawat.
Tetapi juru rawat itu merasa tidak betah. "Seringkali sore hari, apabila ia kembali ke rumah dari rumah sakit dan masuk ke rumahnya, dilihatnya di tengah rumah itu terletak sebuah peti mati hitam," tulis Hatta mengenai kondisi rumah itu.
Juru rawat itu pun kemudian pindah atas nasihat seorang dokter.
Akhirnya, rumah itu kosong cukup lama, sebelum Hatta menempatinya. Rupanya, banyak sahabat Hatta di sana menyarankan agar tidak menyewa rumah angker tersebut karena dihuni setan.
"Aku hanya menjawab bahwa aku yang pindah ke sana dan setan itu bisa kusuruh pergi," Hatta berseloroh.
Setelah tiga hari tinggal di sana, kenalan Hatta, keluarga Baadilah, bertanya apakah ada yang mengganggu bila malam hari.
Lagi-lagi dengan seloroh Hatta menjawab, "Tidak ada yang menganggu. Setan yang menghuni rumah itu sudah aku suruh pergi ke belakang benteng... di belakang rumah Tuan," kata Hatta.
Sontak yang bertanya bergidik. "Ah, nanti kami sekeluarga yang akan diganggu," katanya.
Hatta yang memahami kekhawatiran sahabatnya itu, menenangkan.
"Tidak akan terjadi, asal Tuan sekeluarga apabila mau tidur membaca ayat kursi," kata Hatta.
Ayat kursi, salah satu bagian dalam Al-Qur'an itu, memang diyakini bisa membuat orang yang membacanya tenang dan tidak merasa takut.
Baca Juga: Meutia Putri Mohammad Hatta Hadiri Deklarasi KAMI, Keluarga Protes
Namun, kata Hatta, yang justru membuatnya terganggu, bukanlah setan.
Tetapi, orang-orang yang baru pulang menonton bioskop yang lewat depan rumahnya. Di Banda kala itu, tontonan komedi gambar (istilah waktu itu) merupakan barang langka yang digemari.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.