“Apa yang disampaikan keluarga, hak-hak mereka, itu kan juga diabaikan.”
“Misalnya sudah teriak-teriak keluarga dari almarhum, tiga handphone anaknya tolong dikembalikan, sampai sekarang juga tidak dikembalikan handphone itu,” tuturnya.
Selaku orang hukum yang berprofesi sebagai advokat sejak tahun 1991, Trimedya menegaskan, bahwa sangat jelas ada kejanggalan dalam kasus ini.
Beberapa kejanggalan lain menurut Trimedya adalah bahwa peristiwa penembakan itu terjadi pada Jumat (8/7), tetapi disampaikan pada publik tiga hari kemudian pada Senin (11/7).
Selain itu, saat Karopenmas melakukan konferensi pers, ia melihat ketidaksiapan pelaksanaan konferensi pers tersebut.
“Pada saat itu tidak siap betul Karopenmas itu konferensi pers. Menjawab pertanyaan-pertanyaan juga kurang siap, dan tidak detail,” nilai politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.
“Baru, pada konferensi pers Kapolres Jakarta Selatan, itu lebih baik menurut pengamatan saya,” tambahnya.
Hanya saja, saat itu, senjata yang digunakan untuk menembak beserta proyektilnya, tidak diperlihatkan pada wartawan. Padahal, menurut dia, pada kasus narkoba pun, barang bukti selalu ditunjukkan.
“Kejanggalan-kejanggalan seperti itu, pikiran saya, Komnas HAM juga harus sudah bersuara sejak awal.”
“Misalnya juga soal autopsi. Autopsi itu kan hak dari keluarga, karena ini meninggalnya bukan meninggal yang wajar,” tuturnya.
Baca Juga: Ratusan Polisi Disebut Kepung Rumah Orang Tua Brigadir J, Ini Kata Polri
Karena Brigadir Yosua meninggal diduga akibat sebuah tindak pidana, pihak keluarganya, kata Trimedya, juga harus diberikan hasil autopsi itu.
“Nah, Karopenmas tidak ada ngomong itu hari Senin itu. Sorenya baru Kapolres Jakarta Selatan menyampaikan, tetapi itu cuma ditunjukin mapnya saja.”
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.