JAKARTA, KOMPAS.TV - Majalah Tempo mengungkap dugaan penyelewengan dana donatur Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang digunakan untuk kepentingan pribadi petinggi-petinggi lembaga tersebut.
Majalah Tempo menemukan, fasilitas pribadi yang diberikan kepada para petinggi ACT bernilai cukup fantastis.
"Dan itu juga diakui oleh mantan dan pimpinan ACT yang sekarang," kata Direktur Pemberitaan Tempo Budi Setyarso dalam Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Senin (4/7/2022).
Berikut ini rincian gaji beberapa petinggi ACT berdasarkan laporan Majalah Tempo:
Melalui keterangan resmi yang diterima KOMPAS TV, pihak ACT mengatakan bahwa sejak Januari 2022, lembaga itu telah melakukan restrukturisasi organisasi dengan mengganti Ketua Pembina ACT dan merombak kebijakan internal.
"Sejak 11 Januari 2022 tercipta kesadaran kolektif untuk memperbaiki kondisi lembaga. Dengan masukan dari seluruh cabang, kami melakukan evaluasi secara mendasar," kata Presiden ACT Ibnu Khajar dalam konferensi pers di Menara 165, Jakarta Selatan, Senin.
Baca Juga: Anwar Abbas Berang, Sebut Kasus Dugaan Penyelewengan Dana ACT Memalukan
Ibnu menerangkan, pihaknya telah melakukan restrukturisasi manajemen, fasilitas dan budaya kerja serta penyesuaian masa jabatan pengurus menjadi tiga tahun, dan pembina menjadi empat tahun.
"Sebelumnya, rata-rata biaya operasional termasuk gaji para pimpinan pada tahun 2017 hingga 2021, adalah 13,7 persen. Rasionalisasi pun kami lakukan sejak Januari 2022 lalu. Insyaallah, target kita adalah dana operasional yang bersumber dari donasi adalah sebesar 0 persen pada 2025," kata Ibnu.
Di sisi lain, Budi menjelaskan bahwa sejak bulan Januari 2022, Tempo telah menelusuri informasi-informasi yang diterima oleh tim redaksi Tempo, termasuk menurunkan wartawan ke Jawa Tengah untuk memastikan sumbangan ACT betul-betul digunakan sesuai peruntukannya.
Berdasarkan penelusuran tersebut, Tempo menemukan beberapa potongan dana donasi yang tidak wajar.
"Katakanlah dana pengumpulan untuk masjid di Australia yang mestinya Rp3 miliar, tapi yang sampai ke lembaga penerima itu tinggal sekitar Rp2 miliar, ini kan hampir 25 persen bahkan lebih," jelas Budi.
Padahal, menurut Surat Keputusan Dewan Pertimbangan Baznas No. 001/DP-BAZNAS/XII/2010 tentang Pedoman Pengumpulan dan Pentasyarufan Zakat, Infaq, dan Shadaqah pada Badan Amil Zakat Nasional, amil atau panitia zakat hanya berhak menerima sebesar 12,5 persen dari total zakat atau sedekah yang terkumpul.
Baca Juga: Dugaan Penyelewengan Dana ACT, Wakil Ketua Komisi VIII DPR: Bentuk Kesembronoan Otoritas Terkait
Budi memahami bahwa ada hak bagi penyelenggara untuk mendapatkan biaya operasional dalam batas wajar.
Namun, ia mendorong lembaga pengumpul donasi untuk bekerja secara transparan dan tidak mencederai kepercayaan semua orang.
"Kalau banyak anggota yang tidak amanah, kami khawatir ke depannya lembaga-lembaga tersebut kehilangan kepercayaan," terangnya.
Senada, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily mendesak ACT melaporkan penggunaan dana yang terkumpul ke lembaga tersebut secara terbuka.
"Ini menurut saya memprihatinkan ya, jangan sampai atas alasan kemanusiaan, tetapi ini diperuntukkan untuk kepentingan pribadi, itu yang menurut saya harus diklarifikasi," ungkap Ace.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.