JAKARTA, KOMPAS.TV - Bisnis perjokian di dunia pendidikan bak menjadi rahasia publik. Istilah joki baru-baru ini ramai usai adanya dugaan kecurangan pada Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) di Twitter.
Dugaan kecurangan UTBK ini membuat istilah 'joki skripsi', profesi yang lebih senior dari joki UTBK kembali menggema.
Untuk melihat lebih dalam bagaimana fenomena joki skripsi ini di kalangan akademisi, KOMPAS.TV mewawancarai seorang dosen sekaligus Ketua Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Nanang Mizwar Hasyim.
Baca Juga: Joki Skripsi, Profesi 'Lebih Senior' dari Joki UTBK (I)
Nanang menilai, fenomena joki skripsi ini sebagai praktik yang bertentangan dengan kaidah akademik. Pihak program studi sudah menentukan capaian pembelajaran lulusan, termasuk mahasiswa mampu membuat tugas akhir sesuai dengan latar belakang keilmuan masing-masing.
“Artinya apa? Dari aspek pengetahuan, keterampilan, dibuktikan dengan kemampuan dia menyelesaikan tugas akhir, yaitu skripsi,” kata Nanang saat dihubungi KOMPAS.TV, baru-baru ini.
Tak hanya itu, persoalan joki skripsi ini juga bertentangan dengan capaian pembelajaran lulusan dari aspek sikap, seperti soal kejujuran dan kemandirian.
Nanang berpendapat bahwa fenomena joki skripsi ini sulit untuk ditanggulangi karena berkaitan dengan pribadi mahasiswa itu sendiri.
Di sisi lain, sangat sulit untuk mendapatkan bukti dari mahasiswa jika melakukan joki skripsi.
Baca Juga: Joki Skripsi, Dosen pun Menawarkan kepada Mahasiswa yang 'Mentok' (II)
Pun, soal pengawasan dari proses pengerjaan skripsi dari mahasiswa, menurut Nanang sulit dilakukan.
Sebab, pihak kampus sudah membuat prosedur, termasuk berkaitan dengan proses pengajuan judul, proses bimbingan dengan dosen pembimbing, sampai proses pengujian.
“Sangat sulit dilakukan pencegahan itu kan karena gini, secara etika ini bertentangan, akan tetapi proses pengawasan itu kan berjalan sesuai dengan kaidah yang ada.”
Sejauh mahasiswa mengikuti rangkaian proses tersebut, maka akan sangat sulit bagi pihak kampus untuk mengetahui apakah mahasiswa yang bersangkutan melakukan praktik joki skripsi.
“Nah, di titik situ kan kita tidak tahu dia pakai joki atau tidak. Tahunya, kita sebagai pembimbing, dia sudah melakukan prosedur pembimbingan, judul sudah sesuai dengan kaidah yang ditentukan oleh prodi, sesuai dengan core values keilmuan prodi, terus dia juga melakukan pembimbingan sesuai dengan prosedur yang ada. Terus dia dia daftar ujian,” jelas Nanang.
Baca Juga: Membedah Cara Kerja Joki Skripsi (III)
Meski sulit, Nanang mengungkapkan, mahasiswa yang menggunakan jasa joki skripsi bisa dilihat saat ujian skripsi.
“Apakah waktu dia menjelaskan tugas akhirnya ketika ditanya penguji dia benar-benar menguasai atau tidak.”
Saat ditanya mengenai sikap kampus jika ada mahasiswa yang ketahuan menggunakan jasa joki skripsi, Nanang menjelaskan bahwa semuanya akan diselesaikan di dewan etik mahasiswa.
Persoalan joki skripsi ini, dalam Tata Tertib Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Pasal 10, masuk ke dalam kategori pelanggaran berat. Poin (d) menyebutkan bahwa, “Pelanggaran berat dapat berupa: d. melakukan plagiasi, membuatkan dan/atau meminta orang lain untuk membuatkan skripsi, tesis, dan/atau disertasi.”
Sanksi yang mengancam mahasiswa tersebut adalah diberhentikan dengan hormat sebagai mahasiswa dan berhak mendapatkan transkrip nilai mata kuliah yang pernah ditempuh, surat pindah, dan yang berkaitan dengan kegiatan akademik.
Akan tetapi, sanksi ini bergantung proses sidang di dewan etik mahasiswa nantinya.
Untuk mengurangi peluang mahasiswa menggunakan jasa joki skripsi, pihak kampus pun terus memperbarui kebijakan terkait pengetatan saat proses pengajuan judul, plagiarisme, dan indikator penilaian saat ujian.
Baca Juga: Joki Skripsi Raih Cuan Rp12 Juta per Bulan, Urusan Risiko Belakangan (IV)
Nanang mengatakan, ada wacana untuk membuat fenomena joki ini menjadi kerdil, yakni syarat ujian skripsi. Mahasiswa dapat melakukan ujian skripsi jika penelitiannya sudah terbit di jurnal.
Menghadapi fenomena joki skripsi yang semakin menggurita, Nanang berpesan agar mahasiswa tidak menghalalkan segala cara dalam pengerjaan tugas akhir.
“Ujian terberat itu ujian integritas, ujian kejujuran, juga ujian kemandirian, maka seyogyanya jika dalam melakukan tugas akhir sebisanya, baik atau buruk itu adalah hasil karya sendiri itu lebih punya romantisme yang akan berguna di masa depan,” pungkasnya.
Seperti diberitakan KOMPAS.TV dalam tulisan berseri sebelumnya perihal joki skripsi, hal senada juga diungkapkan oleh para joki skripsi, sebut saja Bungjah dan Kuro.
Meski mendulang fulus dari mereka yang ingin cepat lulus, keduanya sama-sama sepakat jika tugas akhir lebih baik dikerjakan sendiri.
“Selama skripsi orang-orang itu, yang jadi klien saya, nggak terlalu susah, jadiin joki itu jalan terakhir. Bukan jalan utama untuk menyelesaikan skripsi. Apa pun yang dilakukan oleh diri sendiri hasilnya bakal puas,” kata Bungjah mengakhiri obrolan.
“Intinya, buat para mahasiswa jangan takut untuk menyelesaikan skripsi kalian sendiri, karena skripsi itu tidak semenakutkan yang dikira, skripsi itu kalau dikerjakan secara enjoy, kita juga pasti akan mendapatkan hasil yang maksimal,” tukas Kuro.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.