Kompas TV nasional politik

Luncurkan Tahapan Pemilu 2024, Hasyim Asy'ari: KPU adalah Manajer Konflik

Kompas.tv - 14 Juni 2022, 21:19 WIB
luncurkan-tahapan-pemilu-2024-hasyim-asy-ari-kpu-adalah-manajer-konflik
Ketua KPU RI menyebut Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilihan umum (pemilu) merupakan manajer konflik. (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV – Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilihan umum (pemilu) merupakan manajer konflik.

Pernyataan itu disampaikan oleh Ketua KPU RI, Hasyim As’yari, dalam sambutan pada peluncuran tahapan Pemilu 2024, Selasa (14/6/2022) malam.

Hasyim menyebut bahwa pemilu merupakan arena konflik yang dianggap sah dan legal untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan.

“Karena pemilu adalah konflik yang dianggap sah dan legal untuk meraih kekuasaan atau mempertahankan kekuasaan, maka sesungguhnya KPU penyelenggara pemilu adalah manajer konflik,” tuturnya pada acara yang turut ditayangkan langsung pada program Breaking News di Kompas TV.

“Oleh karena itu dilarang anggota KPU menjadi bagian faktor penyebab konflik.”

Menurut Hasyim, disadari bahwa terjadi konflik dalam pemilu maupun pemilihan kepala daerah (pilkada), hal ini berangkat dari pemahaman bahwa bangsa Indonesia ini majemuk.

“Kita ini plural, dan kita rumuskan bersama dengan asas atau landasan  berbangsa kita, yaitu Bhineka Tunggal Ika," tuturnya.

Baca Juga: KPU Diminta Selesaikan Aturan Teknis Pelaksanaan Tahapan Pemilu 2024

Kesadaran bahwa masyarakat Indonesia yang beragam dan majemuk, ungkapnya, juga harus diiringi dengan kesadaran bahwa kita satu bangsa, satu bahasa, satu tanah air, yaitu Indonesia.

Berdasarkan hal itu, maka penting untuk bersama-sama berkomitmen menjadikan pemilu sebagai sarana integrasi bangsa sebagai wujud dari Bhineka Tunggal Ika.

Hasyim juga menjelaskan, dalam waktu yang tidak terlalu lama, setelah penetapan hasil pemilu nasional, masyarakat sudah mengetahui perolehan suara partai politik peserta pemilu, termasuk jumlah kursi yang diperoleh di DPRD provinsi atau kabupaten.

Jumlah kursi atau suara  tersebut nantinya akan dijadikan persyaratan untuk pencalonan kepala daerah.

“Setelah berebut, berkompetisi untuk memperoleh suara, memperoleh kursi dalam waktu yang tidak terlalu lama, partai-partai politik akan berangkulan kembali, akan berkoalisai akan bergabung kembali dala mendukung atau mencalonkan paasangan calon kepala daerah.”

“Kami yakini, bahwa betul di situ terjadi konflik, terjadi kompetisi, tetapi akan menjadi sarana kita semua untuk mengendalikan diri, untuk menjamin bahwa kompetisi itu berujung kepada integrasi,” lanjutnya.

Ia juga menuturkan bahwa ada tiga hal penting yang harus tersedia dalam pemilu secara langsung.

Pertama, adalah peserta pemilu. Kedua, adanya pemilih. Ketiga, adanya proses mengekspresikan pilihan bagi pemilih.

Oleh karena itu ketersediaan atau keterjaminan adanya partai politik sebagai peserta pemilu, adanya calon DPD sebagai calon peserta pemilu DPD, adanya pasangan calon presiden-wakil presiden, menjadi sesuatu yang penting.

“Demikian pula menjadi tugas kita bersama untuk menjamin bahwa warga negara yang  memiliki hak untuk menjadi pemilih, itu kita masukkan dalam daftar pemilih, sebagai jaminan administratif bahwa warga negara memiliki hak dapat menggunakan hak pilihnya.”

Dia juga mengatakan bahwa proses pemungutan dan penghitungan suara di TPS sampai dengan rekapitulasi adalah sarana  perwujudan kehendak rakyat, penyaluran kedaulatan rakyat.

Oleh karena itu menjadi tugas bersama untuk memastikan apa yang menjadi pilihan rakyat sejak di TPS sampai dengan penetapan hasil nasional tetap terjaga seutuhnya.

“Bukan hanya tugas KPU, tapi juga tugas peserta pemilu, tugas bawaslu, tugas DKPPP, tugas aparat negara,” imbuh Hasyim.

Baca Juga: Malam Ini KPU RI Luncurkan Tahapan Pemilu, Berikut Link Streamingnya

Hasyim pun membenarkan pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, bahwa salah satu ciri demokrasi adalah dilaksanakannya pemilu secara reguler.

Bahkan menurut Hasyim, reguleritas pemilu di Indonesia yang digelar lima tahun sekali adalah amanat konstitusi.

“Saya kira kita paham, Pasal  22 Undang-undang Dasar mengamanatkan, asas pemilu itu selain luber dan jurdil, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, ada satu lagi, yaitu dilaksanakan setiap lima tahun sekali.”

“Jadi reguleritas lima tahun sekali adalah bagian dari asas pemilu, dan sudah menjadi tugas penyelenggara pemilu berjalan secara reguler, lima tahunan itu,” tegasnya.



Sumber : Kompas TV



BERITA LAINNYA



Close Ads x